Halaman

Sabtu, 28 Januari 2012

Intan

Hari Sabtu atau hari Minggu sering aku gunakan untuk jalan-jalan ke mall sekedar cuci mata melepas keruwetan rutin kerja di kantor selama 5 hari. Entah mengapa aku paling suka jalan di daerah pecinan di wilayah Kota, Jakarta. Sebelumnya kupernalkan diriku. Aku seorang pria 39 tahun yang akhir-akhir ini tergila-gila browsing mencari foto dan video mengenai child sex. Sayangnya peraturan keras melawan pedophil membuat banyak web site penyedia gambar yang kusukai itu diberangus. Untungnya aku cukup banyak memiliki koleksi sebelum kegiatan pemberangusan child sex gencar dilakukan.
Aku terobsesi ingin membuat foto atau video sendiri dengan cewek-cewek di bawah umur. Kebetulan aku mempunyai beberapa teman yang hobbinya sama denganku. Kami sering berburu cewek di bawah umur. Meski agak susah, tetapi melalui koneksi beberapa mami, kami sering mendapatkannya. Memang tidak terlalu muda, tetapi untuk mendapatkan cewek dikisaran usia 14 tahun kami tidak terlalu susah. Bahkan kadang-kadang penawaran terlalu banyak, sampai kami sendiri kewalahan. Beberapa diantaranya malah yang ditawarkan masih dalam status virgin. Mulanya kami menerima cewek bagaimana pun kualitasnya, yang penting usianya muda. Untuk 14 tahun kami anggap oke lah. Namun berjalannya waktu, kami mulai memilah-milah dengan memilih yang wajahnya agak lumayan. Setelah itu menginginkan abg dari etnis China. Mulanya agak susah menemukannya, tetapi lama-kelamaan kami banyak juga disodori “barang” seperti itu.
Temanku Rudi yang termasuk mania underage terobsesi untuk menjajal anak 10 tahun, atau paling tidak ya 12 tahun. Semua “mami” langganan kami sudah kami order, tetapi sudah 3 bulan mereka belum juga mampu menyediakan permintaan Rudi. Mreka kadang-kadang berbohong dengan menyodorkan anak yang katanya masih 13 tahun, tetapi ketika kami temui dia berusia antara 14 atau 15 tahun. Badannya memang kecil, tetapi dari raut wajahnya sudah kelihatan dia tidak terlalu muda.
Kami memang tergolong orang “gila” karena banyak mami mengatakan kami begitu. “ Mana ada anak umur 10 tahun mau berkencan.” kata Mami.
Kami memang pernah menemukan anak usia 9 tahun, yang waktu itu ikut-ikutan dengan cewek ABG. Mulanya kami bermain dengan si ABG. Rudi lalu membujuk si ABG itu mengenai kemungkinan mengencani keponakannya yang masih 9 tahun. Memang tidak serta merta dia bisa mendapatkannya, tetapi melalui pertemuan 3 – 4 kali akhirnya Rudi bisa mengencani si anak 9 tahun yang mengaku bernama Ria. Dia tidak sampai melakukan hubungan sex. Tetapi Rudi berhasil mengajari Ria mengoral dan dia nya pun bisa di oral. Rudi memang penasaran benar sampai-sampai dia mengaku pernah berbicara dengan ibunya Ria mengenai kemungkinan memerawani Ria. Ibunya yang kelihatannya kehidupannya agak susah bisa mengijinkan anaknya diperawani asal bayarannya waktu itu minta tujuh juta.
Jumlah itu tentu saja terlalu mahal bagi Rudi juga bagi kami. Akhirnya hubungan dengan Ria dan abg yang membawanya menjadi vakum dan kami kehilangan kontak karena mungkin si abg itu ganti nomor HP dan Rudi pun membuang nomor hpnya yang lama..
Suatu kali ketika aku sedang berjalan-jalan sendiri di satu mall, aku melihat ibu-ibu menggendong anak sekitar 1 tahun disertai anak usia disekitar 11 tahun. Mereka duduk di tangga yang tak terpakai di pinggir mall yang jauh dari keramaian. Otakku segera berproses cepat mengenai kemungkinan mendekati ibu itu untuk mendapatkan anak yang 11 tahun itu.
Ibu itu kuhampiri dan kuberi uang 20 ribu. Mulanya ibu itu terkejut, karena dia tidak merasa mengemis, tetapi tiba-tiba ada orang memberinya uang. Si ibu lalu kutanya, “sudah makan.”
“belum oom” katanya.
“Mau saya ajak makan Kentucky,” tanyaku.
‘Mau dong oom,” sahut anaknya.
Kami lalu jalan beriringan ke restoran cepat saji yang tak jauh dari situ. Aku dan ibu itu mengambil tempat duduk di pojok dan si anak tadi kuberi uang 100 ribu untuk membeli apa yang dia mau dan maknya mau.
Mereka makan lahap sekali. Mungkin karena lapar, atau mungkin karena selama ini mereka mengimpikan makanan seperti ini.
Aku mengorek latar belakang kehidupan si ibu. Dia janda dengan 3 anak dari ayah yang berlainan. Sekarang tinggal di rumah kontrakan dan sehari-hari bekerja sebagai buruh cuci. Sebulan penghasilannya rata-rata sekitar 600 ribu. Aku lalu menawarkan, “ ibu mau enggak saya kasih 1 juta.”
“Ya mau dong,” katanya berseri.
“Tapi ada syaratnya,” kataku.
“Apa Oom,” tanyanya.
Kujelaskan bahwa aku mempunyai hobby foto. Aku ingin mempunyai koleksi yang belum kupunya. Kalau setuju aku ingin memfoto sianak yang 11 tahun aku foto telanjang. Itu saja.
“Gitu doang, 1 juta,” tanya si Ibu.
“Ya.” Kataku.
“Lu mau nggak neng,” tanya si Ibu.
“Hmm gimana ya, malu ah,” kata si neng.
“Neng kontrakan kita bulan ini habis, mak nggak punya duit, mau aja deh neng lumayan buat bayar kontrakan,” bujuk ibunya.
“Terserah emak deh,” kata si neng.
“Emangnya mau poto dimana Oom,” tanya si emak.
“ Ya di hotel, deket kok dari sini,” kataku.
“ Kapan,” sambungnya.
“ Ya kalau bisa sekarang juga gak papa,” kataku.
Si emak tidak terlalu tua, dan lumayan jugalah makanya dia sampai punya suami 3 kali. Seandainya aku masuk hotel, pasti pegawai hotel menyangka aku bakal main sama emaknya.
Proses buka kamar tidak terlalu lama, karena hotel kecil seperti ini yang biasa dipakai jam-jam tidak terlalu perduli mengenai siapa tamunya. Kami menuju kamar dengan doble bed dan ruang yang tidak terlalu luas, tetapi ada kamar mandi di dalam .
Aku menyuruh si Neng membersihkan diri dulu di kamar mandi. Dia kuminta mandi bersih. Mengenai bagaimana menggunakan kamar mandi dan menggunakan kran air hangat aku ajari. Aku sudah bersiap dengan alat fotoku. Si emaknya memperhatikan anaknya dari luar, karena pintu kamar mandinya dibuka.
Dengan agak canggung dan malu-malu si Neng membuka satu persatu bajunya. Setiap moment aku abadikan berkali-kali dengan foto digital. Sampai dia telanjang bulat aku minta sesaat berpose berbagai gaya, sampai jongkok di toilet dan kemaluannya aku zoom in. Ku minta dia kencing. Dari memeknya yang masih gundul muncratlah air kencingnya dan itu aku abadikan berkali-kali.
Si neng mulai mengguyur badannya dan rambutnya dengan air. Peristiwa ini pun tidak luput dari sorotan kameraku. Cukup banyak shoot di kamar mandi yang kuperoleh.
Selanjutnya setelah mengeringkan badan aku minta dia berpose berbagai gaya di kamar. Aku mengikuti pose-pose foto lolita koleksiku. Sekitar 200 shoot sudah kudapatkan dan rasanya semua gaya dari mulai berdiri duduk, jongkok, nungging sampai shoot close up di memeknya dan teteknya yang baru numbuh.
Aku istirahat sebentar untuk merokok. Si ibu aku tawari untuk menginap saja di kamar ini sampai besok, karena sudah kubayar. Si ibu berpikir sebentar, “Emang boleh,” kata si emak.
Aku lantas punya ide untuk sekalian membuat foto bersama emaknya juga dalam keadaan telanjang. Aku tawari tambahan 500 ribu. Si emak berpikir sebentar. Si neng yang masih telanjang menyahut, “ Oom tambahin HP Esia dong.”
Aku setuju, karena hubungan dengan keluarga ini bakal berlanjut, dan HP itu adalah sarana komunikasiku. Si ibu memulai membuka baju dari kamar mandi. Buset, body si Emak lumayan oke juga, Pantatnya bahenol, teteknya gemuk benar dengan puting yang gede. Sayang perutnya agak gendut sedikit. Wajarlah wanita dengan 3 anak. Tapi jika dia bekerja di panti pijat yang hanya menyediakan STW, pasti si ibu ini aku pilih. Jembutnya tebal banget lagi. Aku mulai mengatur pose di kamar mandi bersama si Neng yang ternyata namanya adalah Intan.
Berbagai pose di kamar mandi pada gaya-gaya sewajarnya orang mandi. Maka si Neng kembali mandi bersama ibunya. Telanjang bulat termasuk si bayi.
Adegannya cukup menarik dan diteruskan dengan adegan di kamar.
Memory 8 giga akhirnya penuh oleh foto-foto si neng dan emaknya. Dia setuju untuk menginap di sini. Tapi ada anaknya yang di rumah perlu diajak.
Mereka kembali mengenakan baju dan sesi pemotretan selesai. Aku serahkan 1,5 juta. Si emak aku suruh tinggal saja di hotel, biar Neng yang menjemput adiknya. Rumah mereka ternyata tidak terlalu jauh dari hotel, ya mungkin sekitar jalan kaki 15 menit. Kujelaskan mengapa emaknya perlu tinggal, karena kalau kamarnya ditinggal kosong berarti dianggap pemakaian kamar sudah selesai.
Si Emak mengerti dan minta aku menemaninya sambil menunggu anaknya datang. Setelah si Neng keluar. Aku berpikiran untuk melepaskan hajatku yang dari tadi sudang diujung ubun-ubun. Ku bujuk si emak untuk melayaniku dengan iming-iming 300 ribu lagi. Si Ibu segera setuju. Kami membuka baju masing masing sampai bugil. Si emak lalu menghampiriku dan meraih penisku. Dikocok-kocoknya sebentar lalu dia mengoral penisku. Ternyata si emak lumayan piawai juga mengoral. Hampir saja pertahananku jebol dibuatnya. Aku segera meminta dia berada diatasku dan menggenjotku. Pelan-pelan di arahkan penisku ke libang memeknya dan dia mulai melakukan gerakan maju mundur.
Enak juga memeknya bisa menyedot-nyedot. Pengalamannya selama ini menungkin membuat dia pandai memuaskan laki-laki.
Aku segera ganti posisi berada di atasnya. Aku genjot pelan dan cepat secara bergantian. Si Emak mendesis-desis. Rasanya aku tidak tahan lagi dan menjelang spermaku keluar segera kucabut. Si emak bangkit dengan sigapnya lalu menangkap penisku dan dikulumnya penisku yang menjelang ejakulasi..
Aku terkejut tapi pasrah. Menjelang ejakulasi dan setelahnya aku merasa penisku dihisap sekuat-kuatnya sampai rasanya spermaku tersedot habis. Gelinya bukan main dan ngilu pula. Aku akhirnya cepat-cepat menyabut penisku dari mulutnya. Aku bilang nggak tahan geli dan ngilunya.
“Aku udah lama nggak ngrasain mani oom, jadi kepengen aja ,” kata si emak.
Selesai permainan itu kami bersih-bersih dan aku segera mengenakan baju, Si emak juga begitu.
Aku memesan minuman dan kami menyegarkan diri sambilaku merokok dan ngobrol. Tidak lama kemudian kamar diketuk. Dua gadis kecil masuk. Adik Intan ternyata lebih cakep dan putih. “ Kenalkan ini oom, ini namanya Berlian, bapaknya dulu China, makanya putih.
Aku jadi tergoda untuk sekalian memfoto berlian. Setelah dibujuk ibunya dan mendengar iming-iming dapat uang sejuta seperti kakaknya, dia akhirnya menuruti kemauan emaknya.
Seperti Intan, Berlian pun memulai aku foto dari adegan di kamar mandi. Dia badannya masih rata, teteknya belum numbuh. Tetapi calon teteknya udah kelihatan dengan benjolan kecil di sekitar puting susunya. Berlian jauh lebih cakep dibanding Intan, sehingga aku semangat sekali mengabadikannya. Aku kembali meminta Intan telanjang agar aku foto berdua dengan adiknya.
Habislah 2 memory card dan dua baterai untuk shootingku. Aku pus dan ku serahkan 1 juta 3 ratus lagi ke emak. Mereka aku suruh tunggu dulu di kamar, karena aku mengatakan akan membelikan HP yang diminta anaknya. Aku keluar hotel dan segera menuju gerai Esia. Sebelum kembali ke hotel aku kembali mampir ke Kentucky untuk mereka makan malam nanti. Juga sebotol besar Aqua.
Ketika kembali dan kuserahkan HP baru itu, Intan dan Berlian kelihatan senang sekali. Mereka mengutak atik HP barunya.
Misiku lumayan berhasil hari ini. Sesampai di rumah aku memindahkan semua isi memory card ku.
Minggu berikutnya aku kembali mengontak Si emak yang kemudian kukenal sebagai Yanti. Dia kelihatan senang sekali ketika aku kontak. Kami janjian lagi di dekat restoran cepat saji pada hari Sabtu.
Kali ini aku ingin membuat video untuk Intan, Berlian dan mungkin juga dengan emaknya.
Pada hari yang kujanjika mereka sudah menunggu di depan restoran cepat saji itu. Kami mengisi perut dulu, dan mereka menyantap dengan lahap.
Di dalam kamar aku kembali mengatur posisi mereka berdua mulai dari adegan kamar mandi sampai pose di tempat tidur dan berbagai sudut kamar. Sebelumnya aku sudah mengarahkan adegan apa saja yang akan mereka kerjakan. Lumayanlah dengan pengarahan singkat dan mereka tidak malu-malu lagi shooting videoku lebih cepat rampung dari pada ketika shooting still foto pertama dulu. Setelah itu Ibunya bergabung telanjang dan mereka bertiga kembali berpose. Diantara pose-pose itu aku tidak lupa mengambil close up dari masing-masing mereka kencing. Kali ini si Mak setuju kepada setiap anak kubayar 750 ribu dan emaknya 300 ribu.
Bagi si Mak pendapatannya selama 2 kali pertemuan dengan ku ini diangap lumayan besar. Anaknya kuperhatikan sudah mengenakan anting emas, juga ibunya sudah pakai kalung emas. Kali ini mereka tidak mau menginap di hotel, karena kata mereka meski dingin, tapi terasa seperti terkurung. Anak-anak tidak bisa bermain selain nonton tv dan tiduran semalaman.
Kami kemudian chek out dan berjalan menuju mall. Intan dan Berlian masing-masing kuberi 50 ribu untuk mereka jajan di mall. Aku dan ibunya nongkrong di Dunkin Donut. Dalam kesmpatan nongkrong itu aku utarakan keinginanku untuk memperoleh perawan Intan dan juga Berlian. Ibunya kaget, mendengar permintaanku yang mungkin tidak dia duga. Aku janjikan masing-masing akan kubayar 2 juta. Selain itu aku masih akan “memakai” Intan dan Berlian di lain waktu, meski bayarannya tidak segitu lagi. Si emak terdiam lama.
Dia kelihatannya sulit mengambil keputusan, mungkin antara sayang kepada anaknya yang masih dibawah umur dikerjai keperawanannya, tapi dia kelihatannya tergoda pula dengan iming-iming uang dari ku.
Aku menambahkan bahwa aku akan mengusahakan pendapatan bulanan yang lumayan besar melalui usaha yang akan kuperkenalkan kepadanya. “ Jualan apaan oom, “ tanya si emak.
“Ya jelasnya jualan pulsa elektrik,” kataku.
“Saya nggak kurang paham soal HP oom apa saya bisa, nanti kalau nggak laku gimana oom,” tanyanya.
“ Gini deh kalau mak setuju, paling tidak sebulan bisa dapat 2 juta, saya akan bantu supaya bisa dapat segitu, tapi lama kelamaan bisa dapat puluhan juta, dan tidak tertutup kemungkinan Emk bisa punya rumah dan mobil sendiri,” kataku.
“Ah oom jangan berkhayal dong, gimana caranya bisa punya rumah sampai punya mobil segala, mimpi aja enggak pernah Oom punya gituan,” katanya kurang yakin.
“Gini aja dah, kalau Mak setuju saya akan tunjukkan caranya, mak nanti saya buatkan tabungan di bank, HP satu lagi untuk nomor GSM dan untuk 6 bulan pertama saya akan bantu supaya emak bisa punya hasil 2 juta sebulan,” kataku.
“Ah bener nih oom, tapi kalau saya nggak setuju gimana,” tanyanya.
“ Ya emak nggak bakal terima duit lagi dari saya, kan acara foto-fotonya udah selesai,” kataku enteng.
“Entar deh oom saya pikirin, ntar oom saya kabari dah,” katanya.
Kami pun lalu berpisah. Kejadian itu pada hari Sabtu sore menjelang malam.
Senin pagi ketika aku sedang asyik menyelesaikan pekerjaanku, masuk call dan kulihat nomornya dari Mak. Dia mengatakan pada prinsipnya setuju, tapi minta untuk biaya perawan anaknya masing-masing 5 juta. Langsung saja aku tidak sanggupi, aku tetap bertahan dengan angka 2 juta dan jaminan pendapatan 2 juta setiap bulan. Kalau dia tetap bersikeras mau 5 juta makan aku akan beli putus dan seterusnya aku tidak akan memberi uang kecuali aku menginginkan anaknya lagi, itu pun paling aku bayar sekali pertemuan 300 ribu.
Setelah lama tawar menawar, akhirnya Mak setuju dengan skema ku dan mau menerima 2 juta untuk masing-masing keperawanan anaknya.
Hari jumat sore aku janji ketemuan dengan si Mak dan aku ingin tahu dimana dia tinggal dan bagaimana keadaan lingkungannya.
Tempat tinggalnya di dalam gang sempit yang padat. Rumah yang ditinggalinya sama sekali tidak sehat, karena hanya 1 ruang yang digunakan untuk ruang tamu sekaligus ruang tidur dan ada ruangkecil dibelakang untuk dapur dan mencuci baju. Sedangkan kamar mandi digunakan bersama-sama untuk 4 keluarga. Aku membayangkan jika terjadi kebakaran maka habislah satu kampung ini. Kejadian seperti yang kubayangkan itu sering terjadi di perumahan-perumahan padat di Jakarta.
“Oom sebetulnya saya tidak tega merelakan anak saya diperawani, tapi setelah saya pikir-pikir kayaknya hanya itu jalan yang ada untuk saya bisa hidup. Si Intan sudah saya omongi. Dia pun takut, apalagi Berlian dia ngambek sampai beberapa hari. Tapi setelah saya beri pengertian biar mereka bisa sekolah terus, dan uang sekolahnya nggak bolak-balik nunggak mereka akhirnya nurut juga.” Kata si emak terus terang.
Saya wanti-wanti sama si emak agar jangan ada satu orang pun tetangga atau saudara yang tau soal rencana ini. Aku tidak terburu-buru untuk mengeksekusi Intan dan Berlian, karena aku juga harus mempersiapkan tempat yang lebih aman dan leluasa. Rasanya kalau eksekusi di Hotel, ada rasa was-was juga. Jangan-jangan hotelnya digrebek, habislah aku.
Untuk itu aku segera mencari tempat kost eksekutif di kawasan sekitar mall yang sering kami kunjungi. Aku mendapatkannya ruang kost yang lumayan lega di lantai 3 satu ruko. Lantai ketiga itu khusus disewakan untuk satu penyewa, sementara lantai-lantai dibawahnya digunakan untuk kost para pekerja sex. Di bawah dipintu masuk dijaga oleh bapak-bapak yang sudah tua. Rasanya tempat ini cukup aman.
Aku merencanakan tempat ini kusewa untuk ditempati oleh keluarga si Emak. Biar saja tempat lamanya tetap dipertahankan. Jadi kalau mereka mau tinggal ditempat yang lebih sejuk mereka bisa tinggal di tempat kost ini. Ruangan kost yang kusewa lumayan menyenangkan ada ruang tamu, kamar mandi air panas air dingin dan kamar tidurnya sangat luas dengan spring bed ukuran king size. Sewanya lumayan juga lah sekitar 3 juta sebulan. Memang besar investasi untuk mendapatkan Intan dan Berlian.
Si emak sangat senang mengetahui kamar kost yang bakal mereka tempati, kedua anaknya juga kelihatan bergembira.
Setelah seminggu mereka terbiasa tinggal disana maka mulailah kususun rencana pemecahan rekor. Aku menginginkan melakukannya pertama kepada Intan. Emaknya kuminta agar Berlian tidak berada di kamar ketika aku melakukan eksekusi. Kelihatannya masalah itu tidak terlalu sulit karena Berlian bisa menonton TV di ruang tamu bersama adik bayinya, Sementara emaknya menemani Intan yang akan kuperawani.
Intan sudah telanjang, dia agak gemetar ketika badannya aku sentuh. Aku minta dia pertama kali mengangkangkan kakinya. Aku menguak lubang vaginanya selebar mungkin untuk aku ambil gambarnya posisi memek masih perawan. Setelah itu aku mulai mengoral memeknya. Intan diam saja dan menutup mukanya dengan bantal. Dia hanya sesekali saja bereaksi menggelinjang ketika ujung clitorisnya aku jilat. Cukup lama aku oral dia sampai leherku pegal, tapi tidak ada tanda-tanda Intan mencapai orgasme. Mungkin saja anak seusia ini belum bisa membangkitkan nafsu menuju orgasme. Dia masih terlihat takut.
Setelah itu aku akan memasukkan penisku ke dalam rongga vaginanya. Seluruh pinggiran lubang masuk vaginanya aku olesi jelli dan sekujur penisku aku lumuri juga. Si emak memperhatikan anaknya dieksekusi sambil sekali-kali menentramkan anaknya, “sabar neng, tahan dikit,” katanya.
Kepala Penisku kuarahkan ke liang vaginanya sampai kepalanya tepat di sasaran. Pelan-pelan aku tekan penisku untuk masuk lebih dalam. Rasanya sulit sekali. Apalagi Intan berkali-kali menarik badannya keatas, karena dia mersa sakit. Aku pun berkali kali menarik tubuhnya ke pinggir tempat tidur agar lebih mudah bagiku memasukkan penisku. Perjuangan memasukkan kepala penis sudah berhasil dan aku melakukan gerakan maju mundur sedikit sampai lubangnya bisa menerima penisku. Sampailah aku pada batas selaput daranya. Penisku tidak bisa didorong masuk lebih dalam lagi karena terhalang selaput dara. Aku kembali melakukan gerakan maju mundur sampai lubang vaginanya membuka agak lebar. “ Neng jangan dikakuin, lemesin,” kata si Emak.
Aku berhenti sebentar pada batas selaput daranya dan pelan-pelan aku kejangkan penisku . Terasa ada gerakan maju sedikit-sedikit dengan gerakan mengejankan penisku bisa agak masuk dan tampaknya menembus selaput dara secara perlahan lahan. Ketika kucoba dorong, penisku bisa masuk lebih jauh dan Intan merintih sakit. Kubenamkan seluruh penisku seluruhnya dan aku berhenti sebentar. Terasa sempit sekali lubang vagina anak umur 11 tahun. Aku tarik perlahan-lahan dan kudorong lagi sedikit, sampai lama-lama gerakannya agak panjang. Intan tidak lagi mengeluh sakit kecuali meringis-ringis saat penisku digerakkan. Lubang yang sangat sempit menjepit ini membuatku tidak mampu bertahan lama. Sekitar 5 menit sudah jebol pertahananku di dalam memek Intan.
Aku segera menyudahi, ketika kutarik penisku berlendir dengan warna merah muda. Kuperhatikan tidak ada darah sampai keluar dari lubang vagina Intan. Aku sekali lagi menyiapkan alat foto yang sudah kupegang dari tadi mengikuti prosesi deflor. Kini kukuak kembali lubang memek Intan dan terlihat ada sepercik darah di dalamnya dan terlihat selaput daranya yang robek terekam dalam kameraku. Aku puas karena berhasil memerawani anak di bawah umur sekaligus mendokumentasikannya.
Hari itu aku hanya mengeksekusi Intan. Berlian adalah giliran berikutnya pada lain hari.
Emaknya terlihat heran ketika kuserahkan 2 lembar pecahan seratus dolar AS. Dia bilang ini uang apaan, saya nggak ngerti. Aku lalu menyuruh dia menukarkan selembar ratusan dolar itu ke money changer yang tidak jauh dari tempat kost-kostan. Selesai aku bebersih dan Intan kembali mengenakan baju. Si emak sudah kembali dengan muka yang riang. “Gila selembar dapat ampir sejuta nih, “ katanya.
Itulah pengalamanku mengasah Intan dan aku meninggalkan mereka setelah bercekerama sebentar dengan mereka.
Minggu berikutnya giliran aku mengesekusi Berlian. Dia memang masih terlihat kecil meski agak tinggi. Dengan pasrah dia tidur telentang. Emaknya dan Intan berada dikamar itu melihat ku beraksi. Seperti juga Intan aku memulai mengambil foto lubang vaginanya yang masih perawan. Lubangnya masih kecil sekali. Mungkin untuk mencolokkan satu jaripun agak susah masuknya. Memeknya masih seperti memek anak kecil, licin dan dan gemuk. Aku mulai dengan mengoralnya. Dia tertawa kegelian ketika memeknya aku jilati. Mukanya ditutupi bantal sambil dia menggelinjang kegelian. “ Udah ah oom geli banget nih Berli ngak kuat,” kata nya.
Aku terpaksa menyudahi oral lebih cepat dibanding Intan dulu. Memeknya kulumuri jelli dan sekujur penisku juga. Aku mulai menempatkan ujung penisku ke lubang memeknya. Berkali-kali kepeleset, karena susah benar memasukkan hanya sekedar kepala penis. Apalagi Berli agak tegang. Emaknya dan Intan menyarankan agar Berli melemaskan badannya. Setelah dia melemaskan badannya aku mendorong agak kuat kepala penisku sampai akhirnya berhasil. Dia terkejut dan menarik badannya. Penisku kembali lepas. Berli kembali aku tarik ke pinggir bed untuk lebih memudahkan penerobosan. Seperti Intan aku berusaha penetrasi ke memek Berli dengan sangat hati-hati. Teknik mengejankan penisku aku terapkan kembali terhadap Berli. Hasilnya lumayan, Berli tidak terlalu mengeluh sakit. Tetapi memang lebih susah menerobosnya dibanding si Intan. Aku memerlukan waktu yang cukup lama sampai bisa mencapai batas selaput daranya. Teknik mengejan untuk menorobos selaput dara Berli tidak begitu berhasil. Penisku masih susah maju karena tertahan kuat oleh selaput daranya. Dengan sedikit mendorong dan mengejan aku paksa memasukkan penisku sampai akhirnya terasa seperti bunyi “krek” dan Berli menjerit kesakitan. Penisku berhasil menerobos selaput daranya dan pelan-pelan tengelam di memek kecil itu. Air mata Berli mengalir banyak dia menangis. Sebenarnya aku tidak tega juga, tetapi penisku sudah tertancap penuh. Apa boleh buat kutega-tegakan untuk melakukan gerakan perlahan maju-mundur. Sampai lubangnya bisa menyesuaikan besarnya penisku. Setiap gerakan, Berli meringis kesakitan. Aku yang sudah dilanda nafsu terus saja melakukan gerakan maju mundur di dalam lubang yang amat sangat sempitnya. Pertahananku akhirnya jebol juga di dalam memek Berli.
Ketika kucabut, sekujur batang penisku agak banyak terdapat bercak darah. Di lubang yang baru ditinggalkan penis tadi juga mengalir darah segar meskipun tidak terlalu banyak. Aku mendokumentasikan lubang memek yang baru diterobos tadi, Terlihat sekujur lubangnya berwarna merah.
Akhirnya aku berhasil memerawani dua gadis di bawah umur, dan investai yang kukeluarkan menjadi tidak sia-sia. Emaknya juga senang ketika menerima uang 2 lembar ratusan dolar AS.
Beberapa waktu kemudian aku melakukan kembali hubungan dengan Intan dan Berlian. Kali itu aku menginap di kost-kostan mereka dan semalaman aku memacu berahiku berkali-kali.
Emaknya cukup punya pengertian. Dia memijatiku dan yang aku puji inisiatifnya mengajari anak-anaknya bagaimana mengoral penisku, sempai keduanya paham dan pandai. Aku pun menyetubuhi emaknya disaksikan kedua anaknya. Kami berempat jadi bebas berhubungan sex kapan saja.
Setelah aku mengeksekusi Intan dan Berlian sekitar 5 kali setiap anak, penetrasi ke memek mereka lebih lancar dan mereka tidak lagi merasakan sakit. Tapi aku belum menemukan mereka mencapai orgasme, Selalu aku jebol pertahanannya, karena memek mereka masih sempit-sempit.
Aku puas menyetubuhi mereka. Emaknya lalu aku rundingkan untuk mau memperbolehkan kedua anaknya “dipakai “oleh temanku.
Rudi adalah giliran pertama mendapat kesempatan itu. Selanjutnya adalah Joe. Kami jadi punya tempat yang aman untuk melakukan eksekusi underage.
Mengenai jaminan penghasilan yang kujanjikanke emaknya setelah aku bukakan rekening bank. Si emak aku sertakan ke salah satu bisnis semacam MLM. Aku mengurusi downlinenya sampai mendapat cukup banyak downline. Di bawah si Emak aku berhasil menempatkan sekitar 200 downline. Downline itu terus berkembang menjadi sekitar 1000 dalam tempo 1 tahun.
Sekarang si Emak sudah mempunyai pendapat sekitar 2-3 juta setiap minggu. Aku tidak perlu lagi mengongkosinya untuk kost. Dia bahkan sudah berani menyewa apartemen studio dan sudah memiliki motor matic. Yang penting aku jika menginginkan Intan dan Berli tidak perlu keluar biaya lagi. Aku hanya sekali-kali memberi mereka uang jajan. Kedua gadis itu kini sudah modis, dan orang pasti tidak bisa mengira bahwa kehidupan mereka setahun yang lalu berasal dari daerah kumuh. Tidak tertutup kemungkinan setahun kemudian si emak bisa punya mobil dan rumah yang lumayan di pingiran Jakarta. Dia pun kini sudah berani tampil di forum untuk memberi motivasi sehubungan memperbanyak downlinenya. Dia selalu bercerita bahwa dia dulu hanya buruh cuci, yang penghasilannya hanya 500 ribu sebulan. Sekarang dia sedang proses membeli rumah seharga semilyar berencana membeli kendaraan Honda Jazz. Yang dia tidak bisa ceritakan bahwa kedua anaknya aku perawani. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar