Halaman

Kamis, 21 Juni 2012

Desi

Peristiwa ini aku alami ketika aku masih duduk di kelas 1 SMP dan kejadiannya sudah lama sekali dan anak itu sekarang sudah menikah dan punya anak 1 kira-kira berumur 6 tahun. Cerita aku mulai dari ketika Mama aku menerima les anak-anak SD di daerah aku berada, ada satu siswanya yang cantik putih agak bongsor dan sukanya membuka tabir kamar aku dan melihat aku waktu di kamar tidur, aku cuma senyum manis dan dia pun tersenyum sambil mengedip-ngedipkan matanya yang masih berbinar-binar seperti usia anak SD kelas 5, terus Mama aku memanggilnya untuk menuju meja dan belajar lagi.

Suatu hari ketika ibu dinas ke luar kota dan menginap di suatu kota propinsi datanglah anak kecil SD ini menuju ke rumah aku untuk les karena memang rumahnya cukup dekat dari rumah aku. Dan dia dengan tersenyum masuk ke rumah , kak Mama kamu ada tidak ? tanya Desy si kecil..Oh, mungkin mama lupa memberi tahu pada kamu des, mama pergi rapat dinas jawabku dengan tersenyum padanya. kamu aja ya yang menjadi guru lesnya kata desy sambil melihat aku serius.ok deh......., jawabku aku................dan diapun masuk ke rumah.......................

Baru sebentar aku dan desy membahas soal matematikahujan deras sekali datang dan aku menuju berdiri dan menyalakan lampu karena ruangannya gelap dan kita mulai lagi membahas soal-soal matematika tanpa sadar selintas aku memandang ke bawah dan aku perhatikan celana dalam Desy kelihatan dengan jelas , kecil mungil aku perhatikan isi didalamnya dan agak sedikit menonjol kenyal. aku jadi agak nggak kosentrasi sampai ketika Desy tanya suatu soal aku cuma eh..............apa...........itulah kak soal nomor 21.....................dengan agak kaget aku mulai menjelaskan dan mulai dia aku kasih soal 10 untuk dikerjakannya....................aku melirik lagi ke bawah meja sambil pura-pura membaca buku matematika Desy....................kontol aku menegang ough......................kaki kecil Desy di gerakkan keluar masuk membuat aku berdesir..............aku perhatikan tonjolan kecil diantara selakangannya ikut menonjol dan merata menyesuikan gerakan kakinya ough......................kontol aku sampai ngiler melihatnya............

Apalagi aku waktu membayangkan tangan aku meraba bagian mungil yang sedikit menonjol yang belum berbulu itu ough............................ough..........................aku rasa kontol aku ngiler lagi...........dan aku mulai memperhatikan paras ayu desy yang masih polos eh.............ternyata dia juga memperhatikan aku.....................dia tersenyum dan dengan polosnya..................ada apa kak......................aku jagi sedikit grogi...................udah punya pacar belum goda aku.................belum katanya pacarnya kakak balik Desy mengodaku.....................asem ternyata anak ini berani juga batin aku....................

Aku mulai berani mendekati tubuh kecilnya ketika dia menanyakan satu soal yang sulit...................ini gimana ya kak cara mengerjakannya.......................yang mana jawabku sambil berdiri menuju ke kursi sebelahnya..................sambil membantu dia aku pepetkan badanku ke arah tubuh kecilnya....................dia menoleh ke arah aku manis dan polos............aku juga melihat ke arahnya................kamu cantik dan manis................Desy malu dan masih menatap aku.............tubuh kecilnya aku peluk dan berusaha untuk melumat bibirnya yang masih merah dengan agak gemetar...................Desy aku lihat memejamkan matanya dan tanpa membalas lumatan bibir aku dan aku rasakan badannya sedikit bergetar..............dan...................Desy agak mendorong aku.................dan berbisik aku takut kak................................memohon dengan polosnya...................

Dan aku mulai di dorong nafsu lelaki yang begitu mengelora...............nggak apa sayang...........tidak ada yang melihat............cuma kita berdua..............kan diluar hujan deras..........dan aku bopong Desy yang kecil menuju ke kamar aku................desy sedikit meronta sambil agak gemetar memegang tangan aku..................dan mulai aku tidurkan dia desy melihat polos ke atas dan berbisik lagi...............aku takut kak.......................kagak apa sayang................sambil aku mulai melumat bibirnya yang merah...................aku rasakan Desy mulai menikmati dan tanpa sadar aku buka bajunya dan aku lihat..............ough...............buah dada Desy................masih ranum....................kenyal kecil dan puting susunya agak menonjol sedikit...............................aku mulai meremas-remas dengan halus masih.............melumat bibirnya yang lembut..........Desy hanya bisa mengelinjang-gelinjangkan badannya yang kecil di bawah tubuh aku ...................sambil kepalanya kesana kemari...............

Nafsu birahiku sudah tak terkontrol lagi dan aku selusupkan salah satu jemariku ke arah memek desy yang masih kecil...................aku raba-raba halus....................sambil meneliti semua sudut memeknya dengan jemariku.....................ough....................kontol aku mulai ngiler lagi ketika jemariku berhasil mengerayangi memek Desy yang masih ranum..............dia memegang dengan gemetar tubuh aku sambil mengelinjang.........................kira-kira panjangnya sepanjang jari telunjuk aku yang kecil dan masih sulit di buka....................dan aku rasakan ada tonjolan kecil di bagian sedikit atas memek Desy............................

Aku kaget ketika Desy mendorong aku dan berusaha berdiri dan berbisik sambil ketakutan dan memeluk erat tubuh aku............................aku takut kak.......................aku mengelusnya dengan sayang dan sambil berbisik...................tak usah............takut..........enak nggak..............dia mengganggukkan kepala masih dengan ketakutan......nanti tambah enak sayang percayalah padaku....................rayuku................dan Desy mulai aku tidurkan lagi dan aku mulai melepaskan celana dalam desy.................................ough...........................begini bentuk memek.................dan aku lihat dengan teliti memek Desy yang masih kecil yang belum ditumbuhi rambut sedikitpu..................aku mulai membuka celana dalam dan mulai berusaha memasukkan kontol ke arah memek Desy................aduk....................sakit................dey merintih................ketika aku berusaha memasukan kontol aku kedalam memeknya yang kecil..............tetapi masih aku paksakan...................kira-kira 1/3 kontol aku masuk dan desy.................menjerit..............dan agak setengah berdiri berpegangan pada dua tanganku..................ough.................sakit kak............

Kita pelan-pelan ya sayang...................................rayuku....................dan desy menganggukkan kepala mungkin walau kesakitan merasakan nikmat juga.............aku tambah lagi dan aku rasakan separo kontol aku masuk ke dalam memek desy...........................ough.............saki......................t jerit Desy......................dan dengan kuat mendorongkan pantatnya menjauh dari aku tapi ternyata kontol aku tak mau lepas juga dan aku rasakan ada sesuatu yang hangat mengalir di kontol aku setelah aku lihat ternyata darah............aku dekap erat desy dan masih sambil memasukkan kontol aku lebih dalam.........................................dan mulai aku bisa masukkan lebih dalam lagi............................Desy cuma merintih.................ough...................ough.............gimana bisik aku ditelinganya.............................enak tapi masih sakit......................bisik Desy dengan lugu aku rasa aku sudah tidak tahan lagi dan ough.................crot..................crot..................air muncrat sampai ke wajah Desy ............................dia tersenyum sambil mengelap wajahnya yang kena muntahan air maniku.............................ough...................nikmat sekali mencicipi memek anak sd yang masih perawan

Derita Seorang Pedofil

Aku, panggil aja Aloy. Umur 30 tahun sekarang ini. Aku seorang pedofil. Bekerja sosial pd sebuah LSM tentang Hak-hak Anak.

Di antara gadis-gadis pra remaja yang pernah menjadi korban obyek seksual pedofilia-ku, ada yang bernama MNYSe.

Sebut saja: Tria (bukan nama sebenarnya). Baru berumur 9 tahun duduk di kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah ANT. Badannya mungil. Berhidung mancung. Masih keturunan Arab juga seperti saya. Tingginya 155 sentimeter. Ia berkacamata minus 2. Kasihan sekali aku melihatnya. Dia kutu buku. Cerdas. Pandai. Namun berkepribadian tertutup. Aku adalah kekasih gelapnya yang paling ia percaya sesudah Abi dan Ami-nya. Kami berpacaran. Dan sering bercinta di sebuah kebun salak milik penduduk kampung kami.

Tria cantik sekali. Kulitnya putih, tidak kuning langsat. Badannya wangi. Padanya belum nampak tanda-tanda kedewasaan dan kematangan, baik fisik dan kejiwaan. Namun aku melihat gairah Tria ketika untuk kesekian kalinya kami bertemu di tengah luas dan rimbunnya kebun salak pondoh di kampung.

Jujur aja aku agak canggung dalam urusan yang satu ini: Bercinta. Apalagi ama anak semuda dia. Lengan-lengan halusnya yang memeluk pinggangku dengan mesra, kubiarkan terus menggantung. Sementara, kedua telepak tanganku menengadahkan kepalanya dengan posisi siap mengecup bibirnya yang sedikit membuka pasrah.

Ahh, mengapa ini terjadi pada kami, batinku mengucap sambil kukecup hidungnya lalu berlangsung mengecup bibirnya kemudian menghisap mulutnya. Bibir kami berpagutan.

Lama kami bercium mesra. Dan masing-masing tangan kami sudah bergerilya hingga--bukan baju koko saya saja--pakaian muslimah dan kerudung yang dia kenakan pun terlihat lusuh dan lecak-lecak di sana sini. Kancing baju Tria sendiri sudah lepas semua. Yang terlihat hanya kaus dalam dengan ceplakan puting dadanya yang sedikit meruncing karena rangsangan birahi yang kami timbulkan.

Waktu demi waktu, tak terasa kami lewati di petang hari yang mulai merambat ke pukul lima. Kami kini sudah masing-masing terlentang di sehelai tikar yang berada di saung kebun salak tersebut.

Kami menatap langit-langit saung itu, dengan nafas yang memburu karena kecapaian. Tria terlihat segar wajahnya karena telah mencapai orgasmenya yang kesekian kali. Tangan kirinya meremas lembut tangan kananku. "Bang, Tria cinta Abang. Abang cinta Tria, 'kan?"

Pertanyaan Tria ini, hanya kutanggapi dengan senyuman. Sambil kumiringkan ke kanan, kukecup bibirnya. Dan kukatakan, "Cinta dong. O ya... Sudah sore, nih! Pulang, yuk? Abi dan Ami dan Adik-adik Tria udah nungguin kayaknya."

"Ayuk deh, Bang, kita pulang. Tapi, Jumat depan, kita bercinta lagi ya?" pintanya sambil masih menatap langit-langit saung.

Ya Allah, nih anak. Bikin gemas. Nafsunya gede banget. "Tentu sayang!"

Kami pulang. Dan aku mengantar Tria hingga ke pintu halaman rumahnya. Hafiza, ibundanya, menyambut Tria dengan suka cita. Hafiza melambaikan tangannya kepadaku dengan senyum manisnya yang mengembang, "Terima kasih Ustad, sudah mengantar Tria dari Mesjid."

"Sama-sama, Kak Fiza!" seruku dengan senang. Ah, Kak Fiza. Kau pun menggairahkan sekali. Tidak anak, tidak ibundanya, sama saja. Kau menyiksaku terus tiap hari.

Mandi soreku kali itu kembali berulang, dengan masturbasi membayangkan Tria. Dan juga, Kak Fiza ibundanya.

Anis

Perkenalkan, nama ku arie... Sekarang aku berusia 40 tahun, aku bekerja sebagai juru parkir. Aku bekerja dari jam 5 sore sampai jam 12 malam. Aku belum menikah. Aku tinggal bersama kakak ku dan anak-anaknya. Kakakku sudah mempunyai 2 orang anak, Dua-duanya perempuan. Ia sudah bercerai dengan suaminya saat anak keduanya berusia 2 tahun. Sebagai kepala keluarga kakakku kerja keras membanting tulang, ia membuka warung kopi di terminal di kotaku.

Ia pulang menutup warungnya jam 5 sore dan aku bergantian kerja setelah kakakku pulang. Keseharianku disaat kakakku tidak ada dirumah akulah yang menjaga keluargaku. Anak pertamanya bernama Anis, 15 tahun dan yang keduanya bernama angel, 11 tahun. Keduanya sangat berbeda sikap dan tingkah lakunya. Namun sama sama manja. Cuma bedanya yang sulung manja nya tidak segan-segan denganku dan yang bungsu manjanya tidak keterlaluan.

Suatu hari, saat jam 12 siang. Aku bangun tidur dan setelah selesai mandi dan makan aku biasanya suka sekali bermain game di laptopku. Keponakanku sudah pulang sekolah, dan ketika aku ingin bermain kau lihat keponakanku, Anis sudah mulai main game duluan. Sebagai Paman aku mengalah dengan keponakanku. Ketika Anis sudah merasa bosan akhirnya ia menyerahkan laptop kepadaku.

Akupun memulai permainan, ketika sedang asyik Keponakanku, Angel datang menggangguku, seakan ingin juga ikut bermain. Namun setelah kutanya Angel tidak mau main. Angel berbaring di sofa sambil melihatku bermain, Angel suka sekali menghisap jempolnya dan baring sambil mengangkangkan kedua kakinya. Terlihat jelas dimataku celana dalam putih yang dipakainya karena ia masih menggunakan rok sekolahnya.

Aku pura-pura pergi mencari Anis, namun kutemukan dia sudah dalam keadaan pulas dikamarnya. Aku kembali ke laptopku dan melanjutkan permainan. Tiba-tiba saja setan merasuki otakku untuk menjamahi Angel, langsung saja mataku melotot melihat pemandangan indah dari angel. Sedangkan Angel sangat suka bila ia diperhatikan gayanya berbaring. Karena ia sering dimarahi ibunya kalau ia seperti itu di mata ibunya, ia senang karena aku tidak marah seperti ibunya malahan aku membiarkannya bebas.

Akupun merasa ingin sekali meraba kemaluannya apalagi ini kesempatan emas buatku. Langsung saja tanganku pura-pura menyentuh pahanya dan menyandarkan tanganku di pahanya. Setelah tidak ada reaksi aku meraba-raba pahanya sambil bercanda dengannya agar ia tidak marah dan membiarkanku saja meraba-raba kemaluannya.
" Angel, mau main gak? " pancingku
" Gak ah, Angel gak tahu cara mainnya " katanya
" Om ajarin mau gak? " tanyaku
" Om main aja, Angel senang liat Om main, Om jago main game " katanya
" Oh ya, celana dalamnya bagus, baru deh kayaknya " kataku sambil menyentuh celana dalamnya
" Iya om, baru di beliin mama kemaren " katanya
" Sayang donk di pake, lepasin aja celana dalamnya " kataku
" Ih om, malu donk Om, ntar Om malah pandangin pepek Angel terus, dari tadi aja Om pelototin pepek Angel terus walaupun masih pake celana dalam " katanya
" Emang, Om pengen tahu aja pepek angel udah ada bulu atau belom " kataku sambil menyelipkan jariku ke dalam cd nya
" Belom donk Om, angel kan masih kecil, kalo kak Anis bulu pepeknya lebat kayak bulu ketek Om " katanya
" Dari mana kamu tahu? " tanyaku
" Udah sering Om Angel liat kak Anis telanjang di kamarnya " katanya
" Buka aja ya celana dalamnya ? " kataku sambil melepaskan celana dalamnya
" hehehe.. " ia tersenyum kala iya melihatku serius melihat jelas pepeknya
" Aduh, burung Om pengen keluar nih " kataku sambil melepaskan celanaku
" Ih, Om.. malu donk om, burungnya besar banget " katanya
" Daripada kamu isap jempol terus mendingan isap burung Om " kataku
" Hmmm... hehehe.. Besar amat burungnya.. om, tapi coba sini Angel mau coba rasain... " katanya penasaran

Angel benar-benar menganggap kontolku sebagai jempol yang sering dihisapnya. Aku menikmati sekali hisapannya, apalagi sedotannya di kepala penisku. Beberapa menit kemudian cairan spermaku keluar didalam mulutnya.
" Aggghhh... yeeaaaahhhh aaahhh aahhh " erangku
" hiiii, hueeekkk... air apa nih om, kok kental amat gak enak lagi rasanya, eneg banget rasanya om " katanya
" Itu vitamin Angel, telan aja.. sehat kok " kataku sambil mengatur nafas

Setelah selesai dan aku kembali mengenakan celanaku aku pergi kewarung untuk memebeli rokok. Sambil berjalan aku membayangkan bahwa Angel kali ini gampang sekali dan sudah bisa aku taklukkan. Nanti aku akan mencoba Anis, apa Anis bisa ku taklukkan atau tidak. Setelah itu aku pulang kerumah dan kembali bermain game, Angel aku beri pengarahan.
" Angel, kamu tidak boleh bilang sama siapa-siapa ya kamu hisap burung om tadi, apalagi sama mama dan kak Anis, pokoknya ini rahasia. Ini ada uang 5 ribu buat kamu, ambil aja sebagai hadiah " kataku
" Sip deh om, nanti kalo Angel perlu uang buat jajan, angel hisap lagi burung om, mau gak ? " katanya lugu
" Iya, mau donk.. udah pergi main aja sana sama teman-temanmu " kataku
" Om mau ke kamar kak Anis, mau bangunin dia makan " kataku

Angelpun keluar bermain sama teman-temannya, aku kembali masih belum puas setelah ejakulasi pertama, aku ingin ngentot sama Anis. Aku pergi kekamar Anis, ku lihat ia sedang tidur dengan posisi kaki sebelah terangkat keatas dan ia tidur berbaring. Jelas sekali di mataku Anis memakai celana dalam hitam. Kudekati Anis dan pura-pura untuk membangunkannya tidur. Tapi Anis sudah sangat pulas dan tidak sadar sama sekali dengan sentuhan tanganku.

Segera saja aku melepaskan celanaku dan celana dalamku. Aku naik ketempat tidur dan memegang kontolku dengan tangan kiri, tangan kanan ku membuka sedikit celana dalamnya dari samping. Kuarahkan kontolku ke pepeknya. Langsung saja kupaksakan kontolku masuk kedalam pepeknya dan akhirnya masuk.
" Awww...aduuuuhhh... sakit... " katanya sadar dan melihatku menindih tubuhnya
" Om... kenapa Om? Apa-apaan ini? Aduh Om... kenapa mau memperkosa Anis? Aduh... sakit sekali Om... lepasin Om kontolnya donk Om " katanya kesakitan, heran dan sedih...
" Tanggung Nis, lanjutin aja.. lagian perawan kamu udah jebol dengan kontol Om.. buat apa disesali lagi " kataku
" Om... please... jangan om. " katanya
" Ah masa bodoh " kataku sambil memompa pepeknya
Beberapa menit kemudian Anis mengerang dan mendesah nikmat, namun airmata nya mengalir di pipinya... Setelah puas memompa pepek Anis akhirnya aku menyemburkan spermaku ke dalam pepek Anis.

" Agghhh ahhhhh...aahhhh yeaahhh " erangku
" Om, aduhhh... di masukkin kedalam lagi tuh, ya ampun om.. kalo Anis hamil gimana? " katanya
" Gak bakalan hamil, soalnya sperma Om udah keluar tadi di hisap sama Angel " kataku
" Ya ampun Om, mama... om ma.. tolongin om udah gila " Katanya pelan
" Enak aja kalo ngomong, om belom gila... Udah mandi aja sana " kataku sambil memakai pakaianku
" Om, sinting.. om gila.. tega perkosa keponakan sendiri " katanya

Setelah kejadian itu aku akhirnya Anis menutup diri denganku, namun ia tidak menceritakan kelakuanku terhadap dirinya dan adiknya. Walaupun ia menutup diri tetapi aku tidak, aku tetap memperkosanya lagi saat aku merasa konak.

Gembala

Pembaca yang tidak pernah tinggal di desa atau di kampung akan sulit membayangkan situasi dimana aku bercerita. Sedangkan mereka yang masa kecilnya tinggal di desa mungkin akan lebih mudah mencerna ceritaku.
Aku bukan berasal dari keluarga berada. Orang tuaku adalah petani biasa yang memiliki sebidang tanah dan 2 ekor sapi. Sepulang sekolah dasar, aku menggiring sapi-sapiku ke lahan di tepi hutan. Disana biasanya sudah ada Adi dan Sumadi. Mereka juga menggembalakan sapi. Sambil menunggu sapi-sapi merumput kami bertiga melakukan berbagai aktivitas, seperti mencari ikan di sungai, atau menguras parit-parit kecil ( kami menyebutnya nawu)yang ada ikannya, mencari buah-buahan yang dapat dimakan seperti jambu biji, petai cina atau tebu. Anak gembala memang agak rakus, yang kami biasa menyebutnya nggragas.
Aku, Adi dan Sumadi kira-kira sebaya lah antara 9 sampai 11 tahun. Aku sendiri umurnya 10 tahun. Jika hari libur sekolah kami bisa seharian berada di daerah penggembalaan. Pada jam-jam makan saja kami kembali ke rumah yang memang tidak terlalu jauh.
Selain kami bertiga kami juga sering bermain dengan anak perempuan . Mereka adalah Ina dan Rini. Kedua mereka setiap hari mencari kayu bakar di hutan dekat kami menggembala. Kadang kala kalau kami mendapat ikan, dan kami bakar, mereka ikut makan. Aku dan teman-teman juga sering membantu mereka mengumpulkan kayu bakar. Pada waktu itu tidak ada perasaan perbedaan gender. Mungkin karena kami masih anak-anak.
Bahkan kalau kami mandi di sungai mereka ikut bergabung. Kami kalau mandi tidak pernah pakai basahan, atau celana. Kami mandi telanjang. Biasanya ketika melepas celana, burung kami tutup dengan menangkupkan tangan ke bagian kemaluan lalu buru-buru terjun ke air. Ina dan Rini mereka mandi masih pakai basahan, yaitu celana dalam mereka.
Meskipun mereka tidak menutup bagian dada mereka, tetapi kami tidak tertarik memandangi tetek mereka. Seingatku tetek mereka berdua belum besar, meski agak sedikit lebih bengkak dari milik kami yang laki-laki.
Mungkin karena kami orang desa yang jauh dari informasi kota, jadi tidak ada rasa malu kami mandi bersama. Pada waktu itu, televisi masih terbatas hitam putih, dan masih sangat jarang orang yang memiliki. Aku sesekali menonton televisi di balai desa. Itupun di layarnya seperti banyak semutnya.
Aku ingat pada waktu itu Ina dan Rini masih duduk di kelas empat. Aku juga kelas empat tetapi beda sekolah.
Kami berlima sangat kompak dan saling membantu. Meski mereka cewek, tetapi mereka mau membantu menarik atau menggiring-sapi-sapi gembalaanku.
Namun kekompakan kami tidak berlangsung lama, karena ketika aku naik ke kelas lima Sumadi tidak lagi memiliki sapi, karena dijual orang tuanya. Sumadi sendiri kemudian diminta membantu bertani oleh ayahnya. Adi juga tidak lagi menggembala, karena orang tuanya ikut transmigrasi.
Tinggallah aku dan Rini serta Ani. Kami masih kompak bertiga. Karena aku tidak mempunyai teman menggembala, maka mereka sering menemani main di daerah gembalaan. Kuingat waktu itu orang tuaku menukar sapinya dengan 3 ekor kerbau. Aku lebih senang menggembala kerbau karena lebih menurut dan yang paling asyik bisa kami naiki. Rini dan Ani paling senang ikut jalan pulang sambil menaiki kerbauku.
Kegiatan kami bertiga masih seperti dulu termasuk mandi di sungai sambil menunggu kerbau berendam di air.
Ada yang agar berbeda setelah kedua cewek itu kelas 5, mereka sekarang kalau mandi pakai basahan atasan seperti singlet atau kaus oblong. Aku mulanya tidak menghiraukan, tetapi akhirnya mataku menangkap bahwa dibalik basahan atas itu ada menyembul tetek mereka yang mungkin tumbuh lebih besar.
Kedua cewek itu meski suka mandi di sungai, tetapi mereka tidak bisa berenang. Sedang aku sangat mahir berenang, terutama gaya bebas atau gaya berenang kali. Sungai yang suka kami jadikan tempat mandi bukanlah sungai yang terlalu besar. Lebarnya hanya sekitar 10 meter dan juga tidak terlalu deras dan banyak bagian yang dangkal. Aku bersama kedua cewek itu sering mencari kijing, semacam kerang yang hidup di sungai. Kami mencarinya dengan meraba-raba dibagian bawah pasir. Jika dapat banyak kami bawa pulang dan menyerahkan ke emak untuk dibuat masakan. Tetapi jika tidak banyak biasanya kami kumpulkan di bagian tepi sungai lalu kami pagari agar tidak hanyut.
Mencari kijing sering kali di area yang agak dalam yakni airnya setinggi dada anak-anak. Aku biasanya harus menyelam dan hasilnya aku berikan kepada mereka yang menunggu sambil berdiri.
Pada waktu menyelam aku sering memandangi kemaluan mereka yang terbungkus celana dalam putih. Jika terendam air, maka belahan kemaluan mereka terlihat agak jelas. Entah kenapa aku senang melihat belahan memek mereka yang terendam air. Kalau mereka mentas aku tidak bisa leluasa menatap ke memek mereka. Mungkin dengan pertambahan usia ada dorongan lebih besar untuk mengetahui kemaluan lawan jenis serta mungkin rangsangan sex mulai tumbuh juga. Dulu ketika kelas 4 aku masih tidak peduli dengan perempuan. Tapi setelah kelas 5 ada rasa malu, tapi ada rasa penasaran ingin tahu.
Kebetulan badanku agak bongsor dibanding Ani dan Rini meskipun usia kami sebaya, tetapi tinggiku sejengkal lebih dari mereka.
Karena badanku agak tinggi maka mereka sangat mengandalkan aku mencari kayu bakar. Aku bisa memanjat pohon untuk menarik dahan-dahan kering, atau menarik batang kayu lalu memotongnya dengan golok. Entah kenapa menurut anggapanku, tenaga perempuan sangat lemas, sehingga untuk memotong kayu kering mereka kelihatannya kurang kuat. Pertolonganku sangat mereka berdua dambakan.
Tidak ada pamrih apa-apa atas pertolonganku kepada mereka, Aku hanya senang bersahabat, senang menolong mereka. Aku kadang-kadang membawa jajanan, seperti ubi rebus, pisang rebus buatan emak. Keluarga ku termasuk lebih baik ekonominya dibandingkan keluarga Ani dan Rini.
Di luar areal penggembalaan, kami juga berteman akrab. Beberapa kali aku membantu menimba air dari sumur di rumah Rini dan Ani. Maklum orang tua mereka janda. Aku jadi akrab dengan keluarga mereka.
Cerita erotisnya bermula dari kejadian ketika seperti biasa aku mengajak mereka mandi sungai setelah selesai mengumpulkan kayu dan aku sekalian menunggu kerbau berendam. Ani menolak, karena katanya dia tidak punya ganti. Dia tidak pakai daleman, artinya tidak pakai celana dalam dan kaus singlet.
Pada waktu itu aku berpikir polos saja, tanpa maksud macam-macam. Aku menawarkan bertiga mandi telanjang. Mulanya Rini dan Ani agak keberatan karena katanya malu. Aku beralasan tidak perlu malu karena tidak ada orang lain di situ. Selain itu kita bertiga kan sudah lama kenal bahkan sejak kecil. Jadi sudah biasalah melihat masing-masing telanjang.
Mereka tetap merasa malu. Namun sebenarnya mereka memang ingin mandi karena badannya gatal, mungkin karena tadi terkena bulu bambu (lugud) Mereka malu terhadapku. Waktu itu aku menemukan solusi. Aku menawarkan untuk menjauh dari mereka ketika mereka buka baju dan masuk ke air. Aku berenang ke hilir, menghampiri kerbauku dan aku waktu itu memulai membuang rasa malu dengan langsung telanjang di depan mereka. Ani dan Rini membuang muka ketika tahu aku mau bertelanjang Aku berenang ke hilir.
Jaraknya tidak terlalu jauh, tetapi karena sungainya berbelok, jadi aku memang tidak bisa melihat mereka. Setelah mereka memberi aba-aba telah nyemplung ke air, barulah aku kembali menghampiri mereka.
Kami bercanda, siram-siraman air, dan yang istimewa hari itu kami bertiga telanjang mandi di sungai. Aku mengajari mereka ciblon ( atau main air yang menimbulkan suara). Untuk bisa melakukan ciblon badan harus terendam air paling tinggi sepinggang, sehingga leluasa melakukan gerakan.
Mereka ingin melakukan ciblon, tetapi malu karena tetek yang baru numbuh akan terlihat oleh ku. Aku biarkan saja mereka bertahan dengan rasa malu, karena tidak mungkin dipaksa mereka agar tidak malu.
Nah sejak itu di hari-hari berikutnya kami bertiga jadi terbiasa mandi telanjang. Kami lebih suka karena tidak ada baju basah yang kami pakai sampai kerumah. Karena terbiasa telanjang, lama-lama jadi berkurang rasa malunya. Ani dan Rini mulai berani keluar dari air sampai setinggi pinggang. Artinya mereka membiarkan aku melihat tetek mereka yang baru tumbuh.
Sejujurnya aku tertarik melihat tetek-tetek itu, tetapi agar mereka tidak malu, aku bersikap seolah tidak pernah menatap tetek mereka.
Kami jadi tidak terhalang lagi oleh rasa malu. Mereka hanya masih menyembunyikan kemaluan mereka. Sedang aku entah karena ada bakat exhibionis atau apa aku bebas saja melepas celana ku dan masuk ke air. Sedang mereka saat itu tidak mensyaratkan aku berpaling, mereka hanya menutup memeknya dengan tangan lalu masuk ke air.
Kami bercanda di air. Aku sering menyelam dan tiba-tiba muncul diantara kedua kaki Ani atau Rini. Jadinya mereka seperti tergendong di pundakku lalu menjatuhkan diri sambil berteriak-teriak.
Aku ingat pada waktu itu, jika aku sering bersentuhan dengan tubuh mereka, penisku jadi mengeras. Kadang-kadang aku malu kalau sedang ngaceng begitu, sehingga mentasnya agak lama. Tapi yang sering meski ditunggu mentas lama sampai kedinginan , penisku tidak bisa turun dari ketegangan. Mereka bertanya-tanya kenapa ketika mentas aku menutup kemaluanku, sedang tadi waktu masuk ke air tidak malu.
Aku nggak bisa beralasan kecuali jujur ku katakan bahwa kemaluanku ngaceng. Keduanya saling berpandang-pandangan karena tidak ngerti arti ngaceng. Aku bilang saja bahwa burungku tegang. Mereka malah makin bingung. Maklumlah anak desa yang masih polos dan belum banyak mengerti soal sex.
Rini dan Ani rupanya penasaran dan memaksa aku menunjukkan burungku yang tegang. Aku awalnya menolak, karena malu. Entah ide dari mana aku kemudian mau dengan syarat barter. Artinya kalau aku menunjukkan kepada mereka kemaluanku yang tegang, aku harus diperbolehkan melihat kemaluan mereka juga.
Mereka keberatan dengan tawaran itu. Jadinya aku tetap tidak memperlihatkan. Tapi Ani rupanya lebih penasaran dibanding Rini, sehingga dia mengalah lalu membujuk Rini agar ikut memperlihatkan memeknya juga.
Posisi kami pada waktu itu sudah memakai celana sehabis mandi. Maka kami sepakat bersama-sama membuka kemaluan kami pada hitungan ketiga. Kami sama-sama menghitung dan pada hitungan ke tiga Aku, Ani dan Rini menurunkan celana. Tetapi Rini dalam sekejap sudah menaikan lagi lalu diikuti Ani, maka aku pun ikut menaikkan celana. Sehingga baik aku maupun mereka sama-sama tidak jelas melihat kelamin lawan jenis.
Kami tidak puas dan membuat aturan baru bahwa setelah hitungan ketiga, kami memperlihatkan diri dan tetap terbuka sampai hitungan ke sepuluh yang dimulai dari angka satu lagi. Akhirnya kami saling memperlihatkan kemaluan kami masing-masing dalam waktu sekitar hanya kurang dari 10 detik.
Aku sebenarnya kurang puas, karena harus melihat 2 memek sekaligus dan bentuknya hanya seperti belahan pantat yang kecil saja. Sedangkan kemaluan ku bisa terlihat semua tidak ada yang disembunyikan. Tapi aku mau protes, tidak tahu apa yang harus kukatakan, karena pada waktu itu aku mengira ya memang sesederhana itu saja kemaluan cewek.
Ternyata yang protes malah Ani. Dia ingin melihat lebih jelas lebih dekat, Dia bertanya, kenapa penis yang tadinya kuyu bisa mengeras dan membesar. Dia juga merasa lucu melihat kepala penisku yang seperti topi baja. Waktu itu aku memang sudah sunat.
Ani meminta aku membuka lebih lama dan memperbolehkan dia melihat lebih dekat, karena penasaran saja. Aku setuju adalah mereka juga mau memperlihatkan lebih lama.
Ani yang penasaran memaksa Rini untuk menerima syaratku. Rini meski kelihatan berat hati karena malu akhirnya setuju juga.
Giliran pertama aku harus berbaring dan membuka celanaku. Merasa akan diperhatikan, penisku menegang. Ani dan Rini cekikikan melihat profil penisku. Dia menanyakan kantong zakar, lalu kepala penis. Yang cilaka aku diminta mereka untuk melemaskannya. Permintaan itu tidak mungkin aku bisa lakukan. Sampai saat itu aku belum mengenal onani.
Aku tidak bisa menjawab ketika ditanya kenapa. Aku hanya mengatakan bahwa penis ini mengeras dan mengendur sendiri bukan karena keinginanku.
Dari hanya memperhatikan dari dekat, akhirnya Rini malah penasaran ingin memegang. Dia ingin tahu sekeras apa penisku. Tanpa ngomong apa-apa dia menekan batang penisku dengan ibu jari dan telunjuk. Aku terkejut dan badanku seperti dialiri listrik karena merasa kenikmatan disentuh. Melihat aku terkejut, Rini pun terkejut dan melepas sentuhannya. Ketika mereka mengira aku kesakitan, aku terus terang mengatakan bahwa sentuhan itu rasanya enak dan nyetrum ke seluruh tubuhku. Aku lalu minta Rini menyentuh lagi, Ani malah ikut-ikutan menekan penisku. Tanpa kusadari aku mendesah nikmat. Mereka jadi seperti disemangati oleh desahanku. Tiba-tiba ada dorongan kuat dari dalam diriku dan aku mencapai orgasme untuk yang pertama kali dalam hidupku. Waktu itu aku belum mengeluarkan sperma, sehingga penisku hanya berkedut-kedut saja. Aku segera menyingkirkan kedua tangan mereka karena tiba-tiba penisku terasa sangat geli kalau disentuh. Aku membekam penisku sampai orgasmenya reda. Mereka terheran-heran melihat aku seperti kesurupan. Setelah reda orgasmenya aku mengatakan bahwa baru saja aku merasakan suatu kenikmatan yang amat sangat dan belum pernah aku rasakan. Pelan-pelan penisku melemah dan akhirnya kempis. Proses itu diikuti oleh mereka dan ketika sudah melemah mereka kembali menekan-nekan penisku yang lembek.
Aku lalu ingat janji mereka untuk memperlihatkan organ mereka. Ketika mereka kutagih, keduanya ingkar dan berusaha menyembunyikannya. Aku tentu sangat kesal, tapi tidak mungkin memaksa mereka.
Aku diam saja dan mengatakan kepada mereka bahwa aku marah, karena Ani dan Rini tidak adil. Keesokan nya aku tidak mau membantu mereka mencari kayu bakar. Aku bahkan menjauh dari mereka.
Hanya dua hari mereka bisa bertahan berjauhan dengan ku. Pada hari ketiga Ani dan Rini mendekatiku dan merayuku untuk rujuk kembali dan mereka mengaku salah. Bukan itu saja mereka mau menepati janjinya, asalkan aku mau membantu mereka kembali mencari kayu bakar.
Aku menerima pertemanan mereka dan langsung menuntut janji mereka. Pertama aku minta Ani berbaring dan membuka celana dalamnya. Ani berbaring dan langsung mengangkang. Terlihat belahan memek dan di bagian dalamnya agak berwarna merah. Aku mencoba menyibak belahan memeknya, terlihat ada seperti gelambir kecil dan lubang kecil di bawahnya. Di situ aku baru tahu bahwa memek tidak mempunyai lubang di depan, tetapi di bagian bawah. Di bagian depan lipatan memek malah tidak ada apa apa. Aku menyentuh gelambir kecil yang sekarang ku tahu bahwa itu adalah labia mayora. Ani terjungkat ketika bagian itu kusentuh. Dia mengatakan geli, sehingga dia menepis tanganku. Puas melihat memek Ani aku menuntut r
Rini juga menunjukkannya.
Memek Rini sama dengan Ani, hanya yang mengesankan bagiku, gundukan memeknya lebih gemuk. Rini pun berjungkat ketika gelambir kecil memeknya aku sentuh.
Ketika aku mengobservasi memek mereka, kemaluanku tegang sekali.
Mereka kemudian menuntut untuk melihat kembali kemaluanku. Aku tanpa menunggu lama langsung memelorotkan celanaku sambil berdiri. Ani dan Rini jongkok di depanku sambil tangannya menyentuh kemaluanku. Rini meremas kantong zakarku. Aku berteriak karena sakit. Mereka kucegah menekan bagian itu kuat-kuat. Keduanya lalu seperti pertama dulu menekan-nekan penisku sampai aku kembali orgasme. Ani dan Rini senang melihat proses penisku menyusut.
Sejak saat itu tidak ada lagi rasa malu di antara kami. Namun keakraban itu sangat kami rahasiakan. Meskipun aku ingin sekali bercerita kepada banyak orang mengenai pengalamanku dengan perempuan karena pengalaman ini kurasakan sangat luar biasa, tetapi aku terpaksa menahannya dan menyadari kalau cerita itu terbuka keluar maka aku akan menghadapi masalah dan membuatku juga malu.
Aku jadi rajin mengembala, dan Ani serta Rini rajin pula mencari kayu bakar. Kegiatan diakhiri dengan mandi di sungai bersama-sama. Kami tidak lagi merasa perlu mandi dengan basahan, sebab sudah tidak ada lagi rasa malu diantara kami bertiga. Aku bahkan tidak hanya mandi bersama tetapi biasa bermain diair sambil bergulat memeluk dan memegang tetek maupun kemaluan mereka. Aku pun begitu. Kadang-kadang aku digeret dari pinggir sungai sampai masuk ke air dengan memegang penisku.
Kegiatan selalu diakhiri dengan aku mencapai orgasme setelah dipegang-pegang oleh tangan kedua cewek. Entah karena naluriku atau juga naluri dari cewek-cewek itu, akhirnya kami menemukan permainan mengocok penisku sampai aku orgasme. Sebabnya penisku tak kunjung mencapai orgasme hanya dengan dipegang-pegang saja. Lama-lama jadi agak Imun.
Selanjutnya aku menemukan kenikmatan ketika memeluk salah satu dari cewek itu dari belakang. Penisku yang menegang menusuk belahan pantat. Rasanya nikmat sekali.
Sampai sejauh itu baik aku maupun kedua cewek itu belum mengetahui hubungan sex antara pria dan wanita. Aku menemukan permainan baru yang menimbulkan kenikmatan lebih tinggi dengan menggesek-gesek penisku di belakang belahan pantat mereka.
Ani maupun Rini senang dibegitukan meskipun mereka sering mengeluh merasa geli. Aku juga paling senang meremas-remas susu mereka yang baru tumbuh, karena rasanya kenyal dan nikmat sambil aku memeluk dari belakang.
Mereka berdua mengaku merasa nikmat jika aku meremas-remas gundukan kemaluan mereka. Hanya saja mereka marah jika ketika aku meremas memek mereka lalu jariku yang terperosok ke dalam belahan memeknya aku cium. Menurutku bau memek mereka agak aneh. Apalagi sebelum mandi, baunya agak pesing. Tetapi setelah mandi, nyaris tidak ada baunya. Jariku kadang-kadang terkena lendir yang kalau sudah gitu aku mencucinya dan membersihkannya dengan pasir. Aku merasa geli jika lendir itu terkena di jariku. Tapi anehnya aku suka mengorek-ngorek memek mereka meski risikonya terkena lendir.
Bahasa kami waktu itu adalah turuk untuk menyebut memek, dan peli untuk menyebut penis.
Sebagai penggembala kerbau aku terbiasa melihat kerbau melakukan hubungan kelamin. Namun kali ini aku tertarik melihat hewan peliharaanku melakukannya. Entah kenapa, kemaluanku jadi menegang. Aku memperhatikan apa yang dilakukan kerbauku ketika kawin. Semula aku mengira, batang penis kerbau dimasukkan ke lubang pantat betinanya. Namun kemudian setelah aku amati lebih jeli ternyata bukan masuk ke lubang pantatnya.
Ketika aku mengamati kerbauku kawin aku sempat diejek Rini dan Ani. Kata mereka aku melihat apa kok serius sekali. Aku katakan, penasaran ingin tahu apa yang dilakukan kerbau kawin.
Rini dan Ani ternyata lebih tahu. Baru kutahu ketika Ani menceritakan bahwa binatang kawin itu dengan memasukkan kelamin prianya ke lubang kelamin betinanya. Dengan begitulah mereka kemudian punya anak.
Entah kenapa sejak penjelasan itu aku jadi punya keinginan seperti yang dilakukan kerbau-kerbauku. Jika sebelum ini kami bermain peluk-pelukan di dalam air dan aku menyelipkan penisku di pantat mereka, sekarang aku punya ide permainan, kawin-kawinan.
Masih di dalam air baik Ani maupun Rini aku suruh menunduk dengan bertopang pada lutut, lalu aku menusukkan penisku di belahan pantat mereka. Mulanya Ani dan Rini tidak mau, tetapi karena aku terus membujuk mereka akhirnya mau. Mereka katanya takut punyak anak.
Aku jadi ketagihan main kawin-kawinan. Setelah berkali-kali dan ternyata Ani dan Rina tidak punya anak akhirnya kami jadi sering main begituan. Kalau dulu kami mainnya di dalan air, setelah itu kami main di luar. Aku tidak tahu waktu itu bahwa penis itu harus dimasukkan ke dalam lubang vagina. Sebab dengan menyelipkan penisku diantara lipatan memeknya sudah terasa nikmat sekali.
Rini dan Ani sering menolak aku ajak main kawin-kawinan, karena mereka merasa memeknya geli.
Aku ingat suatu waktu ketika kami sedang mengumpulkan kayu, di tengah hutan menemukan semacam bangku, bekas orang membuat papan di hutan. Aku tidak ingat apakah Rini atau Ani yang memulai. Tapi dia mencopot celananya dan tidur telentang dibangku itu lalu aku diminta buka celana. Penisku dipegangnya lalu seperti dioles-oleskan ke belahan memeknya. Katanya penisku menimbulkan kenikmatan. Aku memang melihat dia kadang-kadang mengejang. Sementara aku diam saja karena aku juga merasa nikmat. Tapi perbuatan mereka itu tidak bisa mengantarkan aku sampai orgasme. Kedua-duanya melakukan itu dan reaksinya sama, mereka kadang-kadang mengejang.
Aku sebenarnya kurang suka karena penisku kena lendir mereka dan baunya agak pesing, Tapi karena mereka terlihat nikmat aku jadi mengalah saja.
Berkali-kali kami melakukan adegan itu, sampai aku melihat lubang di memek yang kelihatan memerah. Aku pikir lubang itu yang bisa dimasuki penisku seperti kerbau memasukkan penisnya kelubang belakang betinanya.
Aku katakan akan mencoba menusuk lubang itu. Mulanya mereka mau mencoba, tetapi ketika di coba mereka mendorongku karena terasa sakit. Aku sampai hampir jatuh kejengkang ketika Ani mendorongku. Ketika kucoba ke Rini dia juga akhirnya mendorongku, karena katanya memeknya perih.
Meski mereka tidak mau tapi, aku tetap penasaran. Mereka masih tetap ketagihan mengoser-oser penisku di belahan memeknya. Jika semula tangan mereka yang memegangi penisku, kini kuambil alih akulah yang mengoser-oser. Aku perhatikan jika lama aku mengoser-oser ke memek Ani, dia lama-lama ngompol karena memeknya jadi makin basah. Si Rini sama juga. Ani mulai kejang-kejang jika aku menggesekkan kepala penisku ke belahan memek mereka. Aku sudah bertekad mengambil kesempatan untuk menusukkan penisku ke dalam lubang memek Ani ketika dia sedang mengejang. Saat Ani mulai mengejang aku terus menggesekkan penisku sampai dia mendesis desis. Kepala penisku sudah tepat di depan lubang memek yang merekah merah. Dengan gerakan tiba-tiba aku tekan sekuat tenaga. Penisku yang keras itu masuk seluruhnya ke dalam lubang Ani. Dia menjerit dan menangis, tetapi tangannya menahan pinggulku . Padahal aku ingin mengeluarkan penisku dari lubang itu, takut nyangkut seperti anjing. Ani menahannya, katanya memeknya perih. Tapi ketika aku bilang kalau tidak dilepas nanti takutnya gancet (istilah kelamin anjing yang tak bisa lepas sesaat ketika habis bubungan kelamin). Ani akhirnya melemaskan pegangannya dan aku diarahkan menariknya pelan-pelan. Aku lega karena penisku bisa lepas dari lubang memeknya, tetapi aku takut, karena penisku berdarah. Hari itu Ani marah dia mengajak pulang Rini sambil tertatih-tatih membawa kayu bakar.
Keesokan harinya Aku tidak melihat kedua cewek itu. Aku sebetulnya ingin minta maaf jika mereka datang. Ani masih cemberut ketika kutemui bermain dekat rumahnya. Dia tidak mau banyak bicara ketika kuajak bermain.
Aku akhirnya pasrah dan membiarkan Ani membenciku. Padahal aku pun tidak tahu kalau perbuatan itu mengakibatkan dia berdarah. Tadinya aku kira penisku yang luka. Tetapi setelah aku cuci tidak ada bagian yang terluka. Aku jadi mengingat-ingat kejadian berdarah itu. Penisku terasa terjepit oleh memek Ani dan nikmat sekali. Tapi aku sempat kalut ketika tiba-tiba teringat anjing kawin bisa gancet.
Di hari ketiga Ani dan Rini kembali muncul. Ani kelihatannya sudah melupakan marahnya dan mengajak aku mencari kayu. Entah dia terpaksa berbaikan dengan aku atau memang dia bisa menerima kesalahanku. Tapi bisa saja dia terpaksa, karena tanpa bantuanku dia tidak bisa mendapat banyak kayu bakar. Atau mungkin juga dorongan Rini yang juga merasakan tidak bisa mengumpulkan kayu bakar lebih banyak tanpa bantuanku.
Namun kali itu mereka tidak mau ketika kuajak mandi bareng. Mereka berdua memilih pulang lebih cepat. Aku kemudian juga kehilangan selera mandi di sungai sendirian. Aku memilih nanti saja mandi di sumur di rumah.
Seminggu kira-kira hubungan kami agak renggang. Setelah itu hubungan kami kembali normal dan keduanya mau mandi bareng lagi di sungai dengan telanjang. Aku tidak berani memeluk keduanya dari belakang seperti yang aku lakukan sebelumnya. Aku takut Ani marah. Jadi kami hanya bercanda dengan bermain air dan saling siram. Aku sempat heran juga ketika kami mentas, Ani berinisiatif mengocok penisku sampai aku memuncak.
Entah dorongan nafsu atau ingin mendapat kenikmatan lagi Ani meminta pinjam penisku untuk dioles-oleskan di belahan memeknya. Si Rini pun juga minta begitu. Posisi kali ini bukan di hutan yang ada bangkunya, tetapi di pinggir kali. Aku membuat tatakan dari daun-daunan di balik kerimbunan semak sehingga jika ada orang lewat tidak bisa langsung melihat kami. Aku khawatir, meskipun di tempat itu jarang sekali ada orang melintas.
Aku duduk bersimpuh sementara Ani tidur telentang dan mengangkangkan kedua kakinya lalu dilipat. Penisku diraihnya lalu dia menggesek-gesekkan ke belahan memeknya. Aku melihat dengan seksama apa yang dilakukan Ani. Dia sebenarnya menekan-nekankan penisku di belahan memeknya, sehingga aku merasa penisku seperti ditarik-tarik. Aku mencoba mengikuti irama gerakannya. Ketika dia menekan ke memeknya aku ikut membantu dengan mendorongkan penisku. Berkali-kali melakukan gerakan itu, kepala penisku seperti terbenam. Rasanya nikmat sekali sehingga aku menginginkan mendorong terus. Memek Anik terasa licin sehingga ketika kuperhatikan penisku agak banyak terbenam ke dalam lubang memek Ani. Ketika sudah mencapai separuh penisku berada di dalam memeknya, Ani kutanya apakah dia merasa sakit. Dia hanya menggeleng. Aku tidak mengatakan bahwa penisku sudah masuk ke dalam memeknya, karena kupikir dia pasti bisa merasa. Aku merasa kenikmatan yang luar biasa karena penisku berada di dalam lubang hangat dan terasa sangat menjepit. Tangan Ani kuangkat dan aku minta untuk menggantikan kerja tangannya. Sambil kugerak-gerakkan aku mendorong terus penisku masuk ke dalam memeknya. Herannya penisku masuk terus sampai seluruhnya tenggelam. Pada waktu itu aku teringat lagi soal anjing gancet. Maka kutarik pelan-pelan penisku . Terasa sekali nikmatnya. Ketika akhirnya bisa terlepas, baru aku yakin bahwa kami tidak gancet, sehingga aku masukkan lagi penisku dan kali ini agak mudah masuknya. Aku terus mendorong sampai mentok. Kulihat reaksi ani bukan kesakitan. Ani kutanya pa yang dia rasakan, kata dia enak banget, karena memeknya terasa penuh dan mengganjal. Malah katanya lebih enak dari pada hanya dioles-oleskan di belahan memeknya. Aku menarik kembali pelan-pelan tapi tidak sampai lepas. Kuraksakan kenikmatan menjalari seluruh batang penisku dan ke seluruh tubuh. Aku teringat gerakan kambing dan anjing kalau kawin. Hewan itu jantannya melakukan gerakan maju mundur, maka aku kemudian melakukan gerakan itu dengan ritme yang cepat. Ani mendesis-desis, sambil berkata,” aduh enak banget……”
Rini yang memperhatikan apa yang kami lakukan bolak balik nanya ke Rini, enak gimana. Ani yang terus dicecar pertanyaan menjawab rada kesal sambil berteriak lirih “ Enaaaaak banget..”
Aku pun merasa enak sekali, jauh lebih enak dari pada dikocok pakai tangan. Aku tidak lagi bersimpuh tetapi sudah telungkup dan berstumpu pada siku, sambil terus melakukan gerakan maju mundur sampai akhirnya ada gelombang nikmat yang luar biasa. Saat yang kemudian aku kenal dengan orgasme aku menancapkan dalam-dalam penisku di memek Ani. Agak lama aku melepaskan denyutan penisku sampai akhirnya kenikmatan itu berangsur-angsur menurun. Aku menarik pelan-pelan penisku. Sempat kuperhatikan, tidak ada darah di penisku, tetapi penisku penuh dengan lendir.
Ani masih tidur telentang di semak persembunyai kami. Sementara aku keluar dari semak langsung nyebur ke sungai dan membersihkan penisku dari lendir-lendir dari memek Ani.
Ketika sedang asyik mandi, Rini memanggilku. Dia minta aku memeriksa Ani karena tidak bisa bangun. Aku sempat terkesiap. Ani aku datangi di semak persembunyian. Ketika kutanya dia ternyata bisa menjawab. Ani minta aku memasukkan lagi penisku. Aku yang baru mentas dari sungai dan masih telanjang, penisku belum tegang. Ketika aku coba memasukkan ke lubang memek Ani, tidak bisa masuk karena masih lemas. Tapi lama-lama makin mengeras sampai akhirnya keras seperti semula. Pada saat mengeras itulah aku baru berhasil memasukkan kembali penisku ke dalam memek Ani. Aku kembali merasakan kenikmatan seperti tadi. Aku sudah agak mengerti melakukan gerakan . Kali ini kenikmatan yang memuncak terasa lama sekali sampainya. Aku terus menggenjot. Ani mendesis-desis lalu tiba-tiba ia peluk aku erat-erat dan kedua kakinya melingkar ke badanku. Aku tidak bisa bergerak. Penisku terasa seperti diremas-remas oleh memek Ani. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berkata enaakk banget. Setelah melongarkan pelukan aku kembali menggenjotnya lebih cepat. Aku bersemangat, tetapi dalam hati bertanya, kenapa lama sekali gak nyampe kenikmatan seperti yang pertama tadi. Tiba-tiba Ani berteriak, terus-terus. Teriakan itu merangsangku sehingga aku makin cepat bergerak sampai akhirnya aku mencapai puncak kenikmatan lagi. Ani kembali memelukku erat sekali dan kakinya juga merangkul tubuhku.
Aku merasa lemas dan penisku ketika kutarik keluar dari memeknya sudah agak menciut.
Aku berbaring di samping Ani. Setelah istirahat sebentar kami lalu nyebur ke sungai. Ani berubah manja terhadapku. Dia berkali-kali minta aku gendong di dalam air.
Ani menceritakan kenikmatan yang baru dia dapatkan tadi kepada Rini. Ani memaksa Rini mencoba. Rini masih takut karena melihat Ani dulu berdarah dan kesakitan. “Sakitnya Cuma sebentar saja, sesudah itu enaknya luar biasa,” kata Ani.
Sebetulnya selepas mandi itu aku diminta Ani melakukannya ke Rini, tetapi karena hari sudah semakin sore, kami urungkan dan kami berjanji besok akan kami lakukan.
Aku sudah yakin bahwa manusia berbeda dengan anjing. Karena tidak bisa gancet. Oleh karena itu ketika aku melakukannya ke Rini aku sudah lebih percaya diri. Lubang memek Rini agak susah dimasuki, karena penisku berkali-kali terpeleset.
Berbeda ketika melakukan dengan Ani, Kepada Rini aku menekan penisku pelan-pelan sampai penisku bisa masuk. Saat penisku tidak bisa masuk lagi, padahal sudah hampir separuh berada di jepitan memeknya, aku pikir lubang memek Rini dangkal. Rini merasakan sakit, tapi katanya dia masih bisa tahan. Karena lubangnya dangkal aku jadinya melakukan gerakan dengan tidak sampai penisku separuh terbenam. Aku mulai merasakan nikmat sampai-sampai aku lepas kontrol. Tekanan penisku ke dalam memek Rini mungkin terlalu kuat sehingga Rini menjerit dan menangis. Aku terkejut juga dan meraba penisku, ternyata mentok alias masuk seluruhnya ke dalam memeknya. Rini menahan gerakanku karena dia merasa memeknya ngilu. Aku menuruti kemauannya, meski pelan-pelan melakukan gerakan maju dan mundur. Merasa pegangan Rini melonggar aku mempercepat gerakan sampai akhirnya aku mencapai kenikmatan yang luar biasa. Aku biarkan sebentar penisku di dalam memek Rini sampai kenikmatan penisku reda.
Aku kembali takut ketika penisku berdarah. Aku memeriksa seluruh batang penisku, tetapi tidak ada yang terluka. Berarti darah itu berasal dari memek Rini. Aku makin yakin karena Rini mengeluh memeknya perih. Aku dan Ani membimbing Rini masuk ke sungai dan mencuci memeknya. Rini masih meringis, katanya memeknya perih kena air sungai.
Ani mengatakan pada Rini bahwa pada awalnya memang perih, tapi setelah itu enak banget.
Penisku digenggam-genggam Ani dan dia menyeretku masuk ke semak-semak. Ani minta aku memasukkan kembali penisku ke dalam memeknya. Penisku baru setengah tegang. Agak susah jadinya memasukkan ke dalam lubang Ani. Setelah dicoba berkali-kali dan dengan bantuan tuntunan tangan Ani penisku bisa masuk. Aku kembali menggenjot Ani. Dia merintih-rintih dan berkali-kali minta aku berhenti sebentar sambil memelukku dan aku merasa memeknya berdenyut-denyut. Aku terus menggenjot sampai akhirnya ak mencapai puncak kenikmatan.
Tiga hari kemudian baru Rini mau mencoba lagi penisku memasuki memeknya. Dia mengatakan masih agak sakit, tetapi terasa agak enak. Aku menggenjotnya sampai aku mencapai kenikmatan. Aku ingat kemudian aku mengulangi lagi. Pada ronde kedua itu Rinia sudah kurang merasakan sakit. Dia juga mendesis desis seperti Ani dan sempat memelukku erat sekali dan aku merasakan penisku dicengkeram oleh memeknya. Rini baru mengakui ke Ani bahwa permainan ini nikmat sekalai.
Sejak itu kami selalu main kawin-kawinan . Ketika aku menyelesaikan kelas 6 dan akan masuk SMP, orang tuaku memboyong aku pindah ke kota. Kami akhirnya berpisah dengan Ani dan Rini. Aku sering merindukan mereka, terutama keinginanku main kawin-kawinan. Kalau diantara pembaca ada yang merasa sebagai Rini atau Ani tolong tinggalkan email kalian. Aku ingin bertemu kalian. Janji aku tidak menuntut kita main kawin-kawinan lagi.

Dua Orang Sepupuku

Cerita ni berlaku semasa umur aku 13 tahun.
cerita ni masih segar di ingatan. aku mempunyai 2 org sepupu perempuan yg cukup aktif dan comel. seorang berumur 8 tahun. seorang lg berumur 11 tahun. sorang nama ina..sorang lg nama ayu.
mereka ni mempunyai adik kecil lelaki yang berumur 4 tahun. aku dh anggap mereka ni mcm adik beradik sebab mmg rapat..orang tua kami pun memang tidak kisah dgn perhubungan kami. dari kecik mmg kami rapat bila bertemu.
waktu tu raya ke-3. dan sudah menjadi kebiasaan orang tua aku tidur di rumah sepupu2 aku ni. aku mmg suka memandangkan aku ni anak tunggal jadi bila jumpa sepupu2 aku ni ada la jugak teman utk aku bermain.
waktu tu kitaorang tgh main saidina. mak bapak aku ngan mak long aku pegi beraya kat umah sebelah waktu tu. paklong aku plak keja.
tengah syok2 main saidina, adik kecik dia plak datang mengacau cakap nk kencing. nasib baik la bilik tempat kami main tu ada toilet. si ina yg umur 8 tahun ni pun bukakkan la suar adik dia pastu dia pegi pimpin ke toilet. waktu dia nk cuci kencing adik dia tetiba getah paip tu tercabut. abis basah sluar dia. aku ngan ayu hanya mampu gelak berdekah2 melihat situasi tersebut.
kerana geram dgn gelak tawa kami, dia bukak sluar ngan baju dia yang basah dan campak dlm ke arah kami. nasib baik kami sempat elak. abis berterabur permainan saidina kami. dalam keadaan separuh bogel, dgn selamba si ina berjalan ke almari mengambil baju yang kering. tapi si ayu menyuruh si ina mengemas kembali permainan kami yg berterabur tu. sementara si ayu pula cuba memakaikan seluar adik kecik dia yg baru lepas kencing tadi. tapi adik dia tanak pakai plak..
eii..tk malu ke dgn abang tu nampak burung tu..si ayu cuba meyakinkan adiknya yg tak mau pakai seluar. sementara si ina pula duduk depan aku dgn pakai spender je plak kemas saidina ni. mungkin sebab mereka menganggap aku mcm adik beradik. jadi tiada rasa malu. yang si ayu ni plak boleh pulak bergurau senda sambil cuba pegang2 burung adik dia. adik kecik dia hanya tergelak2 sambil mengelak. aku yang tengok ni tetiba jadi stim plak. ayu pun marah adik kecik dia tadi suruh pakai seluar jugak, kalau tidak dia sunat nanti.
mungkin takut dgn perkataan sunat tersebut terus adik dia nk pakai seluar. lepas pakai seluar adik dia terus keluar berlari ke umah jiran sebelah. aku hanya tergelak melihat gelagat adik kecik mereka ni.
sambil2 tu aku duk tgk ina yg tk berbaju mengemas saidina yg berterabur tu. tetek ina belum tumbuh lagi. mungkin belum baligh lg agaknya. tengah2 berkemas tu tetiba terpacul soalan dari ina pada aku. dia tanya aku dh sunat ke? kalau belum dia cakap ayu boleh tolong sunatkan dalam nada gurauan sebab ayu bercakap begitu terhadap adiknya tadi. ayu yang ada disebelah aku pun mengiyakan sahaja sambil cuba bergurau untuk membuka seluar aku.
aku pegang seluar aku supaya tidak ditarik oleh ayu. dalam pada itu ina datang membantu sambil bergelak tawa. aku pulak cuba menahan seluar aku dari terbukak dlm keadaan malu.
sambil mencucuk2 pinggang aku, mereka cuba menarik seluar aku. tk tertahan aku menahan geli dicucuk sehinggakan aku tk dpt menahan mereka dari membuka seluar aku. akhirnya berjaya juga mereka membuka seluar aku. terpampangla batang aku yang ketika itu hanya berukuran 4 inci tanpa bulu lagi. aku segera menutup batang aku dgn bantal yang ada. mungkin tergamam dgn situasi tersebut, masing2 senyap seketika.
tiba2 ani menyuarakan sikap ingin tahu dan ingin melihat bagaimana rupa batang aku lepas disunat. aku cakap tidak adil jika aku yg dilihat sahaja.
aku pun mahu melihat bagaimana perempuan disunat. tanpa segan silu ani terus membuka spender yang dipakainya. maka terpampangkan lurah indah yg sebelum ini aku tk penah tgk. aku tgk ayu dah macam malu dgn keadaan tersebut. bila tgk ina dh bukak spender, aku pun bersetuju untuk mempamerkan batang aku yg dh bersunat tu.
ayu tanya aku kalau dia nk pegang boleh tak, aku cakap boleh, tapi aku nk tgk dia bogel jugak. mulanya dia tak mau, tapi ina meyakin kan dia yang takde orang lain tau sambil dia pegi tutup pintu bilik. ayu pun bukak satu persatu pakaian dia, terpampangkan dua bukit yg baru nk tumbuh. bila dia bukak spender, nampak la lurah dia yg ada bulu baru nk tumbuh. bila tgk pemandangan tersebut serta merta batang aku stim. tergelak ayu dan ina melihat situasi tersebut. batang aku yang dari 4 inci bangun jadi 5 inci.
dia tanya sakit ke sambil membelek batang aku waktu tu. aku cakap tk..rasa geli je waktu dia pegang batang aku tu. syok pun ada. aku cakap ngan dia macam ni la rupa yg dh sunat. dia potong kulit yang lebih. aku suruh dia gentel2 batang aku tu. waktu tu aku tk tau melancap lg. jadi aku suruh dia gentel2 batang aku tu gilir2 dgn ina..aku cuba memegang belahan ayu waktu tu..ayu cakap geli. sambil mereka gentel batang aku, tangan kanan aku pegang ayu punya, tangan kiri pulak pegang ina punya. syok jugak main gentel2 ni.
tiba2 terdengar suara mak bapak aku ngan mak long aku dh balik.
kami pun cepat2 pakai baju dan seluar..siap pakai baju dh seluar permainan saidina tadi kami bukak kembali. konon2 tengah bermain saidina.
begitula ceritanya waktu pertama aku tengok perempuan punya.
nantikan cerita selanjutnya antara aku dgn ayu pada malam berikutnya.

Sabtu, 04 Februari 2012

Wife Lesson

Novi sedang melamun ketika kakaknya, Santi, datang berkunjung ke rumahnya. Sebenarnya rumah mereka berdua tidaklah berjauhan. Namun karena satu-dua hal belakangan ini mereka jarang bertemu.

"Duuuh, pengantin baru kok melamun sih?" Santi menggoda.

"Eh, Ka Santi. Tumben mampir nih?"

"Iya, jadi ga enak. Aku mau minta tolong."

"Minta tolong? Untuk kakakku satu-satunya pasti aku tolong," ujar Novi dengan wajah yang lebih ceria.

"Kamu ini bisa aja. Begini, Nov. Hari Senin depan aku harus pergi ke luar kota selama 3 hari. Biasa deh, tugas kantor. Jadi, kamu bisa bantu-bantu Tomy menjaga Kirani?"

"Hmmm... bagaimana yah? Aku jadi bingung...," wajah Novi berkerut seperti sedang berpikir keras.

Melihat hal ini, Santi menjadi agak kecewa. Novi adalah satu-satunya keluarganya yang tinggal di Jakarta. Kedua orang tua mereka sudah meninggal sekitar 12 tahun yang lalu. Setelah kedua orang tua mereka meninggal, mereka diasuh oleh nenek mereka di Bandung. Mereka berdua sangat akrab. Bagaimana tidak, mereka harus saling bantu selama tinggal bersama neneknya. Namun sejak kecil Novi selalu bergantung kepada Santi. Baru belakangan ini, sejak berpacaran dengan Ferry dan akhirnya menikah dengannya, Novi mulai bisa sedikit demi sedikit melepaskan ketergantungannya kepada Santi. Dan kali ini, giliran Santi yang meminta bantuan kepada Novi dan kelihatannya ia harus mencari jalan keluar lain untuk masalahnya ini.

"Hahaha... Ka Santi polos yah? Tentu saja aku akan bantu," tiba-tiba saja wajah Novi berubah menjadi ceria lagi.

"Iihh kamu ini. Awas yah, aku balas nanti," kata Santi sambil mencubit lengan Novi. Lalu mereka berdua tertawa ringan.

[+/-] tutup/baca lebih jauh...

Setelah memberi semua petunjuk yang diperlukan oleh Novi, Santi beranjak untuk pergi.

"Kamu ga kenapa-kenapa, kan, Nov?" Santi bertanya.

"Oh! Enggak, Ka Santi. Enggak apa-apa, kok. Toh, aku masih menganggur, jadi pasti bisa bantu kakak."

"Bukan, bukan itu yang kumaksud. Kelihatannya kamu sedang ada masalah. Pikiranmu seperti sedang menerawang. Ada apa sih? Apakah masalah uang?" tanya Santi lagi.

"Tidak, Kak. Aku tidak apa-apa, kok," Novi menjelaskan.

"Ah, kamu. Kamu itu sejak kecil aku yang urus, mana mungkin kamu bisa menyembunyikan perasaan kamu terhadapku. Aku ini kakakmu. Kakak satu-satunya. Masa sih kalau kamu ada masalah aku tidak akan bantu?"

"Sungguh, Kak. Aku tidak apa-apa."

Santi merogoh tasnya mencari-cari sesuatu lalu berkata, "Ini aku titipkan kamu uang. Tidak seberapa jumlahnya. Aku tahu kamu lagi ada masalah. Tapi karena kamu ga mau bicara, aku cuma bisa bantu ini." Santi menyodorkan amplop putih tebal berisi uang kepada Novi.

"Ini bukan masalah uang, Kak!" Novi menjawab setengah berseru. Lalu ia menutup mulutnya dengan tangannya, seakan telah mengucapkan hal yang salah.

"Nah..., lalu apa? Kalau bisa aku bantu, pasti aku bantu. Setidaknya kamu cerita dong kepadaku, Nov."

"Anu..., ini masalah aku dengan Ferry..."

"Oala, masa pengantin baru sudah bermasalah? Eh... tunggu, jangan-jangan... masalah hubungan intim yah?" canda Santi.

Novi hanya tertunduk dan diam seribu bahasa. Wajahnya memerah karena malu. Santi yang tidak menyangka candaannya barusan ternyata benar. Pipi Santi menjadi panas dan mulutnya ternganga, tak bisa berkata apa-apa juga.

Akhirnya Santi memberanikan diri untuk bertanya lebih lanjut. "Kita ini sudah dewasa, Nov. Tidak usah malu. Jadi utarakan saja masalahmu. Barangkali aku bisa kasih jalan keluar."

Semenit berlalu tanpa ada kata-kata yang keluar dari mulut Novi. Dan akhirnya Novi mengeluarkan suara. "Beberapa hari yang lalu, Ferry meminta aku untuk menghisap kemaluannya, Kak," katanya dengan suara yang hampir tidak terdengar.

"Lalu?" tanya Santi tidak sabar.

"Aku tidak tahu caranya. Lagipula aku jijik melakukannya. Akhirnya aku berbohong kepada Ferry bahwa aku sedang sariawan. Namun kelihatannya Ferry tahu kalau aku berbohong dan sejak hari itu ia bersikap dingin kepadaku, Kak."

"Masa kamu tidak tahu caranya? Ya tinggal dimasukkan ke dalam mulut saja," Santi menjelaskan.

"Aku sudah berpikir seperti itu juga. Tapi aku takut kalau-kalau aku salah melakukannya. Selain itu aku juga takut kalau-kalau aku menjadi mual di tengah jalan. Kalau aku berhenti tiba-tiba atau... kalau aku muntah bagaimana perasaan Ferry nantinya?"

"Hmmm..., kalau begitu sih yang harus kamu lakukan adalah latihan."

"Latihan? Dengan memakai pisang atau mentimun? Aku sudah coba, Kak. Namun semuanya itu beda," jawab Novi.

"Iya juga yah. Tapi kalau begitu...," Santi terdiam tiba-tiba.

Lalu ia bangkit berdiri dan berjalan memutari sofa sambil menimbang-nimbang sesuatu di otaknya.

"Oke. Begini deh. Hari ini hari apa yah? Oh iya, hari ini kan hari Jumat, berarti kita masih ada waktu sebelum aku berangkat ke Surabaya Senin depan. Besok sekitar jam 10 malam aku akan jemput kamu. Oke?"

"Eh, kita mau kemana? Hei, aku tidak mau melakukannya dengan gigolo yah!" ujar Novi setengah bercanda.

"Tenang saja deh. Jangan bilang apa-apa dulu ke Ferry," Santi menjelaskan.

* * *


Keesokan malamnya, sejak jam setengah sepuluh malam, Novi mulai cemas. "Apa yang sebenarnya direncanakan kakakku ini?" pikirnya terus menerus. Jam di dinding telah menunjukkan pukul sepuluh lewat 30 menit, namun belum ada tanda-tanda kedatangan Santi. Melihat gelagat aneh Novi, Ferry bertanya, "Kamu sedang menunggu siapa, Nov?"

"Eh, anu... Aku... umm.... Kak Santi...," kaget ditanya seperti itu Novi gugup dan tidak bisa memberi jawaban.

"Ada apa sih?"

"Anu... Kak Santi... dia ada masalah...," jawab Novi sekenanya. Bertepatan dengan itu, terdengar ketukan pintu depan.

"Oh untung saja, dia datang," pikir Novi dengan lega.

Ferry membukakan pintu. Lalu Novi datang menyusul.

"Fer, aku pinjam Novi sebentar yah. Ada hal yang perlu aku diskusikan secara pribadi dengan dia. Boleh, kan?" Santi bertanya dengan wajah yang serius.

"Ummm... bo-boleh saja, tapi...," Ferry menatap wajah Santi dengan bingung.

"Tenang, Fer. Kamu tidur saja. Nanti kalau sudah selesai, pasti aku akan mengantarkan Novi kembali ke mari," kata Santi sambil memaksa masuk lalu menarik Novi keluar.

"Bye, Fer," dengan keadaan bingung Novi berpamitan dengan suaminya sambil setengah berlari menuju ke mobil Santi.

"Kenapa tidak berdiskusi di sini saja?" Ferry bertanya kepada dirinya sendiri setelah ia melihat mobil Santi berbelok ke jalan raya.

* * *


"Hahaha... kamu lihat tidak tampang Ferry?"

"Iya, tampangnya seperti orang bodoh," kata Novi.

Novi tidak dapat menahan rasa ingin tahunya lagi dan akhirnya bertanya, "Kita pergi kemana, Kak?"

"Sebentar lagi kamu juga pasti tahu."

Dua menit setelah itu, Santi membelokkan mobilnya ke jalan menuju rumahnya. Novi tambah bingung, "Ini kan...?"

Belum sempat menjawab, Santi telah memarkirkan mobilnya di pekarangan rumahnya. "Kamu tunggu di sini dulu, Nov," kata Santi sambil meraih ke kursi belakang dan mengambil beberapa kantong belanjaan.

Kurang lebih Novi menunggu selama sepuluh menit sebelum akhirnya pintu rumah Santi terbuka. Ia melihat Santi telah berganti pakaian. Santi mengenakan daster seperti yang Novi kenakan saat itu. Santi berjalan tergopoh-gopoh menghampirinya. Setengah berbisik, ia berkata, "Ayo, masuk. Cepat tapi jangan bersuara, yah."

Novi hanya dapat mengikuti permainan Santi. Ia mengangkat sedikit kain daster yang ia kenakan agar tidak kotor mengenai lantai lalu melangkah dengan sigap masuk ke dalam rumah mengikuti Santi dari belakang.

Santi berpaling ke arah Novi lalu meletakkan telunjuk di bibirnya. Terdengar sayup-sayup suara musik mengalun lembut dari dalam kamar. Santi menggandeng tangan Novi lalu masuk ke dalam kamarnya bersama-sama.

Betapa terkejutnya Novi melihat Tomy, kakak iparnya, duduk di kursi dengan keadaan terikat kaki dan tangannya. Pada kepalanya terikat kain berwarna hitam yang menutupi kedua matanya. Santi langsung menahan mulut Novi dengan tangannya agar ia tidak berteriak. Dengan nada genit Santi berkata, "Aku sudah siap, Tom. Kamu sudah siap, belum?"

"Wah aku sih sudah menunggu dari tadi, San," jawab Tomy tanpa mengetahui keberadaan Novi.

Santi menarik lengan Novi secara paksa sambil berjalan menghampiri Tomy. "Baik. Karena kamu tidak bisa bergerak, jadi kamu tidak bisa berbuat banyak selain menikmati saja. Benar, kan Tom?" Santi berkata sambil mengisyaratkan Novi untuk duduk tak jauh darinya agar dapat melihat apa yang ia kerjakan.

"Oke, tapi nanti kamu akan melepaskan semua ikatan ini, kan? Kamu ga akan membiarkan aku tidur dalam posisi seperti ini, kan?"

"Hihihi... lihat saja nanti," kata Santi sambil perlahan-lahan membuka celana suaminya. Ia menurunkan celana itu sampai ke pergelangan kaki Tomy. Santi berdiri menghampiri Novi yang tidak berani melihat kakak iparnya dalam kondisi seperti itu.

Lalu ia berbisik di telinga Novi, "Nov, ini kesempatan kamu untuk memperhatikan apa yang akan aku lakukan terhadap Tomy. Jangan malu-malu, anggap saja seperti menonton film porno. Hanya saja bedanya kali ini kamu bisa melihatnya dari dekat dan secara langsung. Jadi jangan sia-siakan kesempatan ini. Karena kesempatan seperti ini tidak akan terulang lagi. Oke?"

Santi kembali berjongkok di antara kedua paha Tomy dan mulai mengelus-elus kemaluan suaminya yang masih tertutup celana dalam. Setelah 4-5 belaian, kemaluan Tomy mulai membesar. Novi memberanikan dirinya menyaksikan 'pertunjukan' yang disuguhkan oleh kakaknya.

Setelah merasa penis suaminya sudah cukup besar, Santi berhenti mengelus-elus. Dengan gerakan perlahan, ia meraih lingkar celana dalam suaminya. Sebelum menariknya ke bawah, dengan pandangan nakal, ia menoleh ke arah adiknya yang tertegun menunggu apa yang akan terjadi berikutnya.

Seperti dalam gerakan otomatis, saat Santi mulai menurunkan celana dalamnya, Tomy mengangkat pantatnya sedikit agar celana dalamnya dapat lolos dengan mudah. Tiga detik kemudian, penis Tomy sudah bebas berdiri tegak di hadapan kedua wanita ini.

Santi kembali mengelus-elus batang kemaluan suaminya dengan lembut. Dengan gerakan naik... lalu turun..., terkadang dengan gerakan melingkar.

Setelah itu Santi berdiri lagi menghampiri Novi yang sejak tadi memperhatikan semua gerakan Santi dengan seksama. Beberapa kali ia harus berkonsentrasi agar perhatiannya tidak berpindah ke penis Tomy yang seakan kian membesar.

Santi berbisik di telinga Novi, "Sebelum memulai, ada baiknya kita menggodanya supaya baik dia maupun kita sebagai istri juga siap."

Santi mulai berceloteh seperti memberi ceramah seks kepada adiknya. Padahal sehari-harinya, ia sendiri hampir tidak pernah mempraktekkan apa yang ia ajarkan kepada adiknya. "Lebih baik aku mengajarkan hal yang seharusnya dilakukan daripada main asal tubruk saja," pikirnya dalam hati.

"Ayo sekarang kamu yang coba," buat Novi bisikan itu bagaikan petir yang menggelegar di siang bolong.

"Ha?" tanpa sadar Novi mengeluarkan suara tanda tak percaya.

Serta merta Novi dan Santi menahan nafas dan menengok ke arah Tomy. Walau sebagian wajah Tomy tertutup kain hitam, namun mereka berdua dapat memastikan bahwa ia mendengar suara Novi tadi. Raut wajahnya terlihat bingung.

Tak kehabisan akal, Santi berpura-pura berdehem dan batuk. Lalu tanpa berpikir panjang, ia menarik lengan adiknya sampai hampir menyentuh penis suaminya. "Ayo cepat, sebelum aku berubah pikiran."

Dengan sedikit gemetar, Novi menyentuh kepala penis Tomy dengan ujung jari tengahnya. Pandangan Novi melekat pada penis Tomy yang berdenyut-denyut di hadapannya. Selama hidupnya ia belum pernah melihat penis laki-laki sejelas ini. Bahkan saat bersama suaminya, ia selalu melakukan hubungan seks dalam keadaan gelap. Melihat penis Tomy yang begitu haus menanti belaian seorang wanita, membuat wajah dan telinganya menjadi merah.

Setelah menarik nafas panjang, Novi menempelkan ketiga ujung jari-jari telunjuk, tengah dan manisnya di kepala penis itu. Tomy terlonjak kaget, "Wow, apa tuh? Kok dingin-dingin?"

Santi bergerak memposisikan wajahnya di samping wajah Novi lalu berkata, "Ah, kamu mau tau aja deh. Kalau dikasih tahu, kan ,jadinya ga surprise lagi?"

Santi menarik tangan Novi lalu menggenggam jemari itu. "Tangannya dingin sekali," pikir Santi. "Jangan terlalu tegang, nanti bisa-bisa ketahuan. Santai saja," bisik Santi.

Setelah itu ia menggosok-gosokkan tangannya ke tangan Novi supaya menjadi lebih hangat. Santi memberi isyarat agar Novi melanjutkan lagi.

Jantung Novi berdegup dengan kencang. Tangannya masih gemetar karena gugup. Dengan satu gerakan yang mantap, akhirnya ia mulai membelai sepanjang batang kemaluan Tomy.

"Jangan terlalu cepat. Lebih lembut sedikit," Santi memberi petunjuk.

Novi terus membelai dan mengelus. Lama kelamaan, Novi terlihat dapat menguasai teknik belaian ini dengan baik sampai akhirnya sebuah erangan keluar dari mulut Tomy yang terbuai oleh belaian Novi.

Santi terbelalak dan hampir tanpa suara berbisik pada dirinya sendiri, "Waaaaw..."

"Oke, kelihatannya kamu sudah menguasai teknik ini." Novi melempar senyum dengan perasaan tak menentu kepada kakaknya. Entah apakah ia harus bangga atau malah malu. "Sekarang kamu kembali ke samping dan perhatikan aku lagi," lanjut Santi.

Santi mendekatkan bibirnya ke batang kemaluan suaminya lalu menggesek-gesekkan bibirnya ke sepanjang penis itu secara perlahan dan lembut. Sesekali ia membuka mulutnya dan meniupkan hawa hangat melalui mulutnya. Tomy menggeliat-geliat mendapat perlakuan seperti ini.

Sekarang giliran Novi. Ia mulai dapat membiasakan diri. Kegugupan yang pada awalnya begitu jelas terlihat kini sedikit demi sedikit mulai hilang.

Novi mencoba mengikuti gerakan Santi pada penis Tomy. Bibirnya dikecupkan dengan lembut di kepala penis tersebut. Dengan lembut ia menggesekkan bibirnya ke sepanjang batang penis kakak iparnya itu. Turun lalu naik lagi. Begitu seterusnya. Sesekali Novi juga menghembuskan hawa hangat dari mulutnya. Tomy kembali menggeliat-geliat menahan gejolak birahi dalam dirinya. Perlahan-lahan Novi menutup kedua matanya sambil meneruskan sentuhan-sentuhan bibirnya pada penis itu. Lalu Novi mengelus-elus batang penis itu dengan pipinya. Pertama yang kiri kemudian berpindah dengan perlahan ke pipi yang kanan. Novi sudah terbawa suasana.

Melihat hal ini, Santi sedikit terkejut. Ia tidak terlalu terganggu dengan kelakuan adiknya itu. Namun yang mengganggu pikirannya adalah bahwa kelihatannya Tomy lebih terbuai oleh permainan Novi daripada sentuhan yang ia berikan.

Belum selesai pikirannya menerawang lebih jauh, Santi dikejutkan oleh Novi yang membuka besar-besar mulutnya yang mungil itu. Detik berikutnya kepala penis Tomy sudah dilahap masuk ke dalam mulut Novi. Dengan gerakan refleks, Santi menyenggol lengan Novi. Novi membuka matanya seperti baru terbangun dari lamunan. Novi mendapati Santi sedang menatapnya dengan pandangan tak percaya.

Langsung saja Novi bangkit berdiri dan berusaha menjelaskan apa yang baru terjadi. Santi juga tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Apakah ia harus marah atau malah bangga melihat keberhasilan adiknya mengatasi rasa takutnya, ia sama sekali bingung. Setelah menghela nafas, Santi tersenyum kepada adiknya. "Ga kenapa-kenapa, Nov. Aku hanya kaget saja melihat kamu langsung menelan kemaluan Tomy begitu saja. Ayo kita lanjutkan lagi," bisik Santi.

Santi kembali berjongkok di antara paha Tomy dan membuka mulutnya. Sebelum melanjutkannya, Santi melirik ke arah Novi yang sedang memperhatikannya dengan seksama. Santi menjulurkan lidahnya lalu dengan lembut menjilat kepala penis tersebut. Setelah beberapa menit menjilatinya, Santi melanjutkan dengan menjilati buah pelir suaminya. Tomy menggeliat-geliat lagi. Novi tersenyum melihat respon yang diberikan Tomy atas perlakuan istrinya.

Kemudian Santi memasukkan penis Tomy ke dalam mulutnya. Pertama hanya bagian kepalanya. Dengan lembut kepala penis itu dikemutnya. Lalu ia mundur sejenak dan berbisik kepada Novi, "Kamu harus menggunakan lidah kamu pada waktu penis berada di dalam mulutmu. Mengerti? Kamu akan melihat bagaimana reaksi dia saat aku bermain-main dengan lidahku."

Santi kembali mengulum penis Tomy. Dengan penis di dalam mulutnya, Santi menengok ke arah Novi seperti memberi isyarat bahwa pertunjukan akan segera dimulai. Detik berikutnya, Tomy mengerang sambil menarik kepalanya ke belakang dan membusungkan dadanya. Dan begitu pula detik-detik selanjutnya, Tomy terus menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan dan sesekali erangan terdengar keluar dari mulutnya.

Makin lama deru nafas Tomy semakin cepat. Begitu pula dengan nafas Santi. Keduanya seperti berpacu untuk meraup udara masuk ke dalam paru-paru mereka. Santi berhenti dan berkata dengan suara yang mendesah, "Aku akan buka ikatan tanganmu. Tapi kamu tidak boleh membuka penutup mata kamu. Oke?"

Tomy tidak dapat mengeluarkan suara dan hanya mengangguk dengan cepat. Santi segera melepaskan ikatan pada kedua tangan Tomy, lalu melanjutkan dengan mengulum penis suaminya lagi. Tomy terlihat lebih rileks dengan kedua tangannya dapat diletakkan di mana saja ia inginkan. Dan Tomy meletakkan kedua tangannya di belakang kepalanya.

Lima menit berlalu begitu cepat bagi Novi yang tanpa sedetikpun melepaskan pandangannya dari mulut Santi yang bertubi-tubi melahap batang penis itu. Dengan tangan kanannya, Tomy membelai dengan lembut rambut Santi.

Santi menghentikan hisapan pada penis Tomy dan berkata kepadanya, "Sebentar yah, Tom. Jangan bergerak sama sekali."

Lalu Santi menyuruh Novi untuk menggantikan posisinya lagi. "Oke, sekarang giliran kamu untuk memperlihatkan apa yang sudah kamu pelajari," terdengar ada sedikit nada mengejek dalam kalimat itu.

Tanpa berpikir macam-macam, Novi berlutut di antara paha Tomy dan memulai serangannya. Sama seperti Santi, Novi juga memulai dengan menjilati kepala penis Tomy. Novi sudah semakin menguasai permainan ini. Ia terlihat lebih berani dalam melakukan manuver-manuver yang sensual, seakan ingin memperlihatkan kemampuannya kepada Santi dan kepada Tomy (walau ia tidak dapat melihatnya).

Setelah menjilati penisnya, Novi berpindah ke buah zakar Tomy. Dua menit setelah itu, Novi menutup matanya dan menarik nafas panjang. Lalu dengan mata terpejam, ia membuka mulutnya dan memasukkan kepala penis itu ke dalam mulutnya. Dikemut dan dikulumnya kepala penis itu. Tak lama setelah itu, tiba-tiba saja Tomy terlonjak dan mengerang cukup keras. Kedua tangannya ditekankan ke bagian belakang kepala Novi. Santi tahu apa yang baru saja terjadi. Selama ini hanya ia yang tahu titik sensitif Tomy, namun malam ini rupanya Novi tanpa sengaja menjelajahi daerah emas itu.

"Ooohhh...," lirih Tomy setelah Novi terdiam karena kepalanya ditekan oleh kedua tangan Tomy. Tangan Tomy mulai membelai-belai rambut Novi. Dan sangat kebetulan Novi dan Santi mempunyai panjang rambut yang sama sehingga Tomy sama sekali tidak dapat membedakan antara keduanya. Novi kembali mengulum penis Tomy sambil memain-mainkan lidahnya.

Tak lama kemudian, Tomy kembali mengejang dengan menarik kepalanya ke belakang dan membusungkan dadanya. Ini kedua kalinya tanpa sengaja Novi mengenai titik sensitif Tomy. Novi terdiam sejenak sebelum meneruskan permainannya. Novi belajar dengan cepat lalu dengan lembut ia menyapu lagi titik sensitif Tomy dengan lidahnya. Tomy kembali mengejang sambil mengerang.

Santi takjub melihat permainan Novi yang tergolong hebat untuk kategori pemula. Setidaknya ia sudah dapat mengatasi rasa jijiknya terhadap penis.

Dalam lamunannya Santi kembali masuk ke dunia nyata setelah mendengar desahan yang keluar dari mulut Novi. Lagi-lagi ia dikejutkan dengan pemandangan di depannya. Kedua tangan Tomy sudah masuk ke dalam daster Novi. Tangan-tangan nakal itu sedang berusaha menyelinap masuk ke dalam BH yang dikenakan Novi. Novi berusaha menghindari tangan Tomy namun ia masih terus menjilati titik sensitifnya.

Santi bergerak maju untuk menarik tubuh adiknya agar tangan suaminya tidak mencapai payudara Novi. Belum lagi sempat meraih pundak Novi, Santi melihat tubuh suaminya menggelinjang yang diikuti dengan teriakan yang cukup keras. Setelah itu Santi mendengar suara orang tersedak, "BRMPHZPHH!"

"Ohoug! Ohoeg!!" Novi terbatuk. Novi mengatupkan mulutnya dengan cairan sperma meleleh dari kedua ujung bibirnya dan sebagian dari hidungnya. Novi berusaha menadahkan tangannya di bawah dagunya agar lelehan sperma Tomy tidak terjatuh di lantai kamar sementara ia tidak menelan cairan sperma yang masih di mulutnya.

Santi hanya dapat melotot melihat semua ini. Tidak pernah suaminya mencapai klimaks secepat ini. Namun ia harus segera bertindak karena permainan sudah selesai. Ia berpikir cepat lalu menarik adiknya dan menyuruhnya membersihkan dirinya di WC tamu di luar.

Baru saja Novi melangkahkan kakinya menuju ke pintu kamar, Santi teringat akan sesuatu dan kembali menarik tangan Novi. "Cepat! Kasih kepadaku! Cepat!" bisik Santi tak sabar.

Melihat Novi yang tidak mengerti apa yang ia katakan, Santi menunjuk-nunjuk ke arah mulut Novi, "Itu yang di mulutmu! Cepat!"

Novi mulai mengerti maksud dan tujuan Santi yang meminta sperma Tomy dari mulutnya. Namun Novi malah semakin gugup dan bingung karena tidak tahu harus berbuat apa.

Tanpa membuang waktu, Santi langsung menarik tubuh Novi lalu mengatupkan mulutnya ke mulut Novi. Novi secara refleks malah menutup rapat bibirnya. Santi akhirnya berhasil membuka mulut Novi setelah menggunakan lidahnya menyeruak masuk ke antara bibir mungil itu. Santi mulai menyedot cairan sperma suaminya dari mulut adiknya. Dengan bantuan lidah mereka berdua yang aktif meliuk-liuk untuk mentransfer lelehan sperma Tomy, proses itu berlangsung cukup cepat.

Akhirnya Santi melepaskan mulutnya dari mulut Novi. Novi masih terbelalak memandangi Santi yang baru saja 'menciumnya'.

Santi berdiri di hadapannya dengan nafas tersengal dan puting susu yang terlihat menonjol dari balik dasternya. Mereka berdua saling bertatapan. "Apa yang baru aku lakukan?!" pikir Santi dalam hati.

"San, kamu kemana?" terdengar suara Tomy memanggil dengan pelan.

Santi langsung berbalik dan sengaja melelehkan cairan sperma yang diperoleh sedapatnya dari mulut Novi keluar dari kedua sisi mulutnya lalu duduk di pangkuan Tomy.

"Uhuk! Uhuk! Aduh, Tom! Semprotannya kenceng banget sih! Sampai tersedak nih!" Santi bersandiwara.

Santi menengok sebentar untuk melihat apakah Novi sudah keluar. Setelah memastikan hanya mereka berdua di dalam kamar itu, Santi membuka penutup mata Tomy.

"Bagaimana, Tom?"

Tomy menatap mata Santi dalam-dalam sejenak lalu tersenyum. "Luar biasa, San!" Tomy memeluk tubuh Santi erat-erat dan Santi juga balas memeluknya. Sambil mengelus-elus punggung Santi ia berkata, "Terima kasih, ya, San."

"Ah pakai acara berterima kasih segala. Sudah hakikatnya seorang istri melayani suami, iya kan?"

Tomy hanya mengangguk.

Novi masuk ke WC. Ia membasuh wajah dan berkumur beberapa kali. Walaupun cairan sperma yang tertelan oleh Novi tidak banyak namun perasaan mual sudah memenuhi otaknya. Akhirnya Novi muntah di wastafel. Tubuhnya menjadi sangat lemas tak bertenaga. Novi terduduk di lantai selama beberapa menit kemudian ia terlelap.

Sekitar pukul 12 malam, Santi membangunkan Novi. "Nov, ayo bangun. Aku antar kamu pulang," katanya sambil mengguncang-guncangkan bahunya.

"Ferry pasti cemas menunggu kamu di rumah."

Novi yang baru bangun tidak menjawab. Tanpa perlawanan ia membiarkan dirinya dibimbing oleh Santi ke luar rumah dan masuk ke mobil. Tak lama setelah itu, mereka berdua telah melaju pulang ke rumah Novi.


Keesokan paginya saat Tomy sedang di kamar mandi, Santi menelpon Novi.

Santi: Halo?
Novi : Halo.
Santi: Nov, Ferry ada di sana?
Novi : Enggak. Memangnya kenapa?
Santi: Oh, aku tidak mau Ferry mendengar pembicaraan kamu.
       Jadi, bagaimana kemarin malam?
       Apa saja yang Ferry tanyakan?
Novi : Aduh, untung deh, Ka Santi.
       Waktu aku masuk ke kamar,
       Ferry ternyata sudah tertidur
       pulas.
       Dan tadi pagi aku bertanya kepadanya: kapan kamu tidur?
       Dia jawab: nggak tau yah, lupa. Hahaha...
Santi: Wah, untunglah kalau begitu.
       Aku khawatir kamu mendapat masalah.
Novi : Tapi kok dia tidak menanyakan kapan aku pulang yah?
Santi: Masa? Jangan-jangan dia tahu kapan kamu pulang.
Novi : Ah, aku yakin kemarin waktu aku masuk ke kamar,
       dia sedang tertidur pulas.
       [ Mereka berdua terdiam sejenak ]
Novi : Terima kasih, Kak.
Santi: Sama-sama, Nov. Aku senang kamu sudah bisa mengatasi
       rasa jijik kamu.
       (Novi terdiam)
Novi : Umm..., sebenarnya masih belum, Kak.
Santi: Maksud kamu?
Novi : Kemarin setelah keluar dari kamar Ka Santi,
       aku muntah di WC.
Santi: Oh ya? Lalu?
Novi : Iya. Dan setelah aku sampai di rumahku,
       aku berniat untuk mempraktekkan
       apa yang baru aku pelajari.
       Aku pikir mumpung Ferry sedang tertidur,
       mungkin tekanan dalam diriku lebih berkurang.
       Tapi jangankan dimasukkan ke dalam mulut,
       baru melihatnya saja aku sudah mual.
       Mungkin karena trauma kemarin muntah itu, Ka Santi.
Santi: Tapi kemarin kelihatannya kamu begitu...? ...
       Kok... bisa...? Jadi...?
Novi : Aku juga tidak tahu, Kak. Maafkan aku, Kak.
       Aku memang istri yang tak berguna.
Santi: Hush! Jangan ngomong seperti itu.
       Kamu hanya butuh waktu dan latihan.
       Jadi tidak perlu khawatir.
       Begini, deh. Nanti malam, kamu persiapkan Ferry
       seperti aku menyiapkan Tomy kemarin.
Novi : Apa??
Santi: Iya, siapkan semuanya sebelum aku datang.
       Jam berapa yah aku bisa datang?
       Hmmm...
       Baik, jam 10 malam aku akan datang ke rumahmu. Oke?
       Malam ini yah.
       Hei, Tomy sudah keluar dari kamar mandi, nih.
       Sampai nanti ya, Nov.


[+/-] tutup/baca lebih jauh...

Novi berusaha untuk menjawab namun Santi sudah meletakkan gagang teleponnya. Novi tidak habis pikir Santi memberikan ide seperti itu. "Bagaimana aku melakukannya di depan kakakku? Bukannya malah tambah risih? Tapi, kemarin pun aku melakukannya di depan Ka Santi. Apa yang membuatku jadi enggan melakukannya sekarang yah?" Semua pertanyaan ini bermunculan silih berganti di dalam otak Novi.

Pukul 10 kurang 10 menit, Novi merangkul bahu Ferry. "Fer, malam ini aku ingin mencobanya."

"Mencoba apa?"

"Itu, lho..., ah, kamu jangan berlagak bodoh."

"Sungguh, aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan."

Novi menundukkan kepalanya lalu berkata dengan suara pelan, "Oral seks."

"Benar kamu ingin melakukannya? Kalau kamu belum siap untuk melakukannya, aku juga tidak bermasalah kok, Nov."

"Sungguh, Fer. Setidaknya biarkan aku mencobanya malam ini. Tapi...,"

"Tapi apa?"

"Aku akan mengikat tangan dan kaki kamu di kursi dan juga akan menutup mata kamu dengan kain. Bagaimana?"

"Ooo, jadi aku tidak boleh melihat dan bergerak? Begitu?"

"Oh iya, kamu juga tidak boleh mendengar apa-apa. Aku akan pasang headphone di telinga kamu. Oke?"

"Terserah kamu deh, Nov," jawaban ini merupakan penutup dari pembicaraan mereka.

Novi segera keluar dari kamar. Ia melirik ke arah jam dinding. Sudah pukul sepuluh tepat. Ia mengintip ke jendela untuk melihat apakah Santi sudah datang. Rupanya belum. Novi bergegas mengambil beberapa helai kain untuk digunakan sebagai pengikat dan penutup mata.

Saat masuk ke kamar, Novi mendapati suaminya sudah siap dengan keadaan telanjang duduk di kursi dekat ranjang mereka. Novi tersipu malu sedangkan Ferry hanya balas tersenyum.

Novi menghampiri Ferry lalu mulai mengikat tangannya. Setelah itu ia mengikat kedua kakinya dan mengikat kain hitam di sekeliling matanya.

Novi berlari menyalakan musik karena ia tidak ingin Ferry mendengar suara mobil Santi yang mungkin sebentar lagi akan tiba. Setelah memasang CD lagu klasik, ia menggunakan headphone yang terhubung dengan stereo system di kamarnya untuk menutupi telinga Ferry.

Novi memandangi suaminya yang dalam keadaan telanjang bulat terikat di kursi dan dengan penutup mata terikat di sekeliling kepalanya. Dengan penuh harap cemas Ferry menunggu tak bergeming. Namun karena pikirannya terus memikirkan apa yang akan terjadi, penis Ferry mulai mengalami perubahan.

Novi melihat perubahan yang terjadi. Penis itu mulai bergerak seperti mengangguk-angguk. Sedikit demi sedikit besarnya semakin bertambah sampai akhirnya tidak bertambah besar lagi. Pada saat itu, Novi mendengar suara mesin mobil memasuki halaman rumahnya.

Ia bergegas ke luar kamar dengan menjaga agar gerakannya tidak diketahui oleh Ferry. Setelah dibukakan pintu, Santi masuk ke ruang tamu. Belum sempat Santi melangkah lebih jauh, Novi membuka suara, "Aku jadi tidak begitu yakin akan semua ini, Kak."

"Lho kenapa? Apakah Ferry tidak bisa diajak kerja sama? Di mana dia sekarang?" tanya Santi.

"Dia ada di dalam kamar. Tapi bukan itu maksudku."

"Apakah dia sudah tidur?"

"Belum."

"Apakah kamu sudah mengikat dan menutup matanya?" tanya Santi lagi.

"Sudah."

"Lalu tunggu apa lagi?" katanya sambil masuk ke dalam kamar.

Novi tidak sempat mencegahnya lagipula ia tidak ingin menimbulkan banyak kebisingan karena takut kalau-kalau suara mereka masih terdengar di balik suara musik dari headphone.

Melihat adik iparnya berada dalam kondisi yang vulgar, Santi hampir saja berteriak dan langsung memalingkan wajahnya secara refleks. Perlahan-lahan Santi meluruskan pandangannya ke depan lalu berbisik ke Novi, "Hei, kamu lupa pasang musik, yah?"

"Aku memasang CD instrumental klasik dan menggunakan headphone di telinganya."

"Oh, aku kaget karena baru tersadar tidak mendengar suara musik sama sekali. Oke, kamu bisa memulainya. Kalau tidak dia pasti bingung kenapa kamu belum memulainya juga."

"O,o, b-baik...," Novi tergagap.

Novi berjongkok di antara paha Ferry. Novi memulainya dengan membelai dengan lembut penis suaminya itu. Mulai dari bagian kepala turun sampai ke pangkal penisnya lalu naik lagi dengan perlahan. Turun, naik, turun, naik. Tidak lama setelah itu, tubuh Ferry sudah memberi respon. Otot-otot perutnya menegang dan penisnya terlihat semakin mengeras. Urat-urat nadi di sepanjang penisnya terlihat menonjol.

Perhatian Santi melekat pada tubuh Ferry. Diam-diam Santi mengagumi bentuk tubuh adik iparnya. Tubuh Ferry memang jauh lebih atletis di banding Tomy, suaminya. Namun penis Ferry terlihat lebih ramping dan lebih pendek dibanding penis suaminya.

Ini merupakan pertama kalinya buat Santi melihat secara langsung penis lain selain penis Tomy. Penis Ferry terlihat sangat gelap karena sudah dipenuhi darah yang mengalir deras akibat dorongan birahi dalam dirinya.

Novi menempelkan bibirnya di kepala penis Ferry lalu menggesek-gesekkannya ke sepanjang batang penis itu. Ferry mendesah dengan cukup keras. Tubuhnya menggeliat-geliat seakan sedang berusaha melepaskan ikatan pada tangan dan kakinya.

Dari kepala penis Ferry keluar lelehan cairan bening yang keluar secara normal pada saat tubuh pria sudah siap melakukan penetrasi. Santi kaget melihat banyaknya cairan yang keluar. "Sungguh berbeda dengan Tomy," pikirnya dalam hati.

Sampai saat itu, Santi masih melihat bahwa semuanya berjalan dengan lancar. Namun keadaan ini tidak berlanjut lama.

Novi mulai masuk ke tahap berikutnya. Ia membuka mulutnya lalu menjulurkan lidahnya. Novi menjilat kepala penis Ferry yang sudah basah oleh cairan pelumas dari tubuhnya sendiri. Satu jilatan, dua jilatan, dan pada jilatan ke tiga Novi berhenti lalu berpaling ke Santi.

"Aku tidak bisa, Kak. Aku tidak bisa melakukannya," bisiknya.

"Ayo, kamu pasti bisa. Sudah sampai sejauh ini, pasti kamu bisa."

"Aku..., aku merasa ingin muntah, Kak," bisiknya dengan mata berkaca-kaca.

"Tarik nafas dalam-dalam. Ayo, tarik nafas yang dalam," Santi berusaha menengangkan Novi.

Novi menarik nafas dalam-dalam namun dalam otaknya terus berkecamuk perasaan mual itu. "Aku tidak bisa (hmmph)...," katanya lagi sambil bangkit berdiri. Tangan kanannya menahan mulutnya lalu bergegas ke WC meninggalkan Santi berduaan dengan Ferry di kamarnya.

Santi tidak tahu harus berbuat apa. Tapi instingnya mengatakan bahwa ia harus membantu adiknya. Santi bangkit berdiri dan berjalan keluar kamar. Belum sempat Santi sampai ke pintu, Novi sudah masuk ke dalam kamar lagi.

"Aku sungguh tidak sanggup melakukannya, Kak..," bisiknya sambil terisak. Air mata sudah mengalir dari matanya. Santi memeluk Novi dan membelai rambutnya untuk menenangkannya.

"Tidak apa-apa, Nov. Tidak apa-apa..., kita masih bisa mencobanya lain kali," Santi berbisik dengan nada datar.

"Tapi bagaimana dengan Ferry sekarang? Aku tidak mungkin membiarkannya seperti ini, kan?"

Santi menoleh melihat ke arah Ferry. Penisnya berdenyut-denyut menanti belaian dari sang istri.

"Kamu lanjutkan saja dengan make-love seperti biasanya dan aku akan pergi dari sini," jawab Santi.

"Tapi aku tidak ingin membuat Ferry kecewa, Kak. Aku sudah menjanjikannya oral seks hari ini."

"Aku yakin Ferry pasti mengerti. Jangan takut, deh."

"Iya tapi Ka Santi tidak harus menghadapi tatapan Ferry yang kecewa. Aku tidak akan berani memandangnya lagi, Kak," isak Novi berlanjut.

Sambil mendekap Novi, Santi masih membelai-belai rambutnya. Ia berpikir keras mencari jalan keluarnya.

Lalu Santi mendorong pundak Novi agar ia dapat menatap wajahnya. Santi menatap dalam-dalam kedua mata Novi. Ia tidak melihat apa-apa selain keputusasaan.

Dengan langkah perlahan namun pasti, Santi berbalik dan menghampiri Ferry. Novi masih tenggelam dalam kesedihannya sendiri dan tidak sadar apa yang hendak Santi lakukan.

Santi berjongkok di hadapan penis Ferry. Penis Ferry berdenyut lalu melelehkan cairan pelumas lagi tepat di hadapannya. Santi menutup matanya, meraih batang penis adik iparnya itu, lalu membuka mulutnya.

Lingkar mulutnya memayungi kepala penis Ferry lalu Santi menyodorkan lidahnya keluar menyentuh kepala penis tersebut.

Baru menyadari apa yang sedang diperbuat kakaknya, Novi segera menarik bahu Santi. "Ka Santi sedang apa?!" tanyanya penuh kebingungan.

Santi berbisik lembut sambil meneteskan air matanya, "Aku sedang melakukan apa yang harus aku lakukan. Jadi jangan ganggu aku, yah?" Air mata Santi berderai. Ia tahu bahwa Novi mungkin tidak setuju dengan apa yang ia lakukan dan sudah pasti berusaha untuk mencegahnya. Namun jika Santi membuat seakan-akan semua ini ada di luar kemampuan Novi untuk mencegahnya, mungkin Novi akan lebih mudah menerimanya.

"Semakin cepat aku buat dia ejakulasi, semakin cepat semua ini berakhir," pikir Santi.

Tanpa berpikir banyak, Santi menjebloskan penis Ferry masuk ke dalam mulutnya. Santi yang sudah ahli, tahu bagaimana memperlakukan lelaki. Santi memulainya dengan lembut dan penuh perasaan. Mata Novi melotot dan mulutnya ternganga melihat kakaknya melahap penis suaminya.

Ferry menggelinjang lalu mengerang panjang. "Wah, dia menyukainya," pikir Novi.

Lidah Santi mulai bergerilya dibalik tangkupan bibir mungilnya itu. Dan nafas Ferry semakin memburu. Santi menggunakan jemarinya untuk bermain dengan buah zakar Ferry. Desahan-desahan Ferry terdengar semakin cepat dan semakin keras.

Dengan menggunakan tangannya yang masih bebas, Santi mulai mengocok batang penis itu. Mulut, bibir dan lidahnya masih menari-nari memberikan sensasi tiada tara pada penis Ferry yang sudah menjadi sangat sensitif itu.

Lalu Santi menggerakkan kepalanya naik turun. Tangannya bermain dengan batang penis dan testis Ferry. Lidahnya terus membalut kepala penis Ferry tanpa henti. Santi mulai ikut mendesah. Tanpa sengaja ia juga ikut terbakar dalam nafsu birahi yang ia ciptakan untuk Ferry.

Saat itu ia baru tersadar bahwa penis yang masuk ke dalam mulutnya tersebut bukanlah penis suaminya. Penis itu tak lain milik lelaki lain yang ternyata adalah adik iparnya sendiri. Timbul secercah perasaan binal dalam hatinya. Hal ini justru malah membuat Santi merasa seksi. Payudaranya mulai mengencang terutama pada bagian puting. Vaginanya juga turut berdenyut dan terasa panas.

Perlahan-lahan ia merasakan cairan dalam tubuhnya pun ikut meleleh dan merembes ke seluruh permukaan liang kewanitaannya. Wajahnya terasa panas. Bahkan kini seluruh tubuhnya terasa panas. Gelora birahi yang dirasakannya saat itu sangat berbeda dengan gejolak yang ia rasakan saat bersama suaminya. "Inikah gejolak birahi yang terlarang?" pikirnya lagi.

Novi hanya dapat menunggu dengan perasaan yang bercampur aduk. Di satu sisi, ia merasa cemburu. Di sisi lain, ia ingin agar suaminya dipuaskan. Di satu sisi, ia melihat ini sebagai perselingkuhan. Namun di sisi lain, ia justru tidak yakin apakah ini dapat disebut selingkuh berhubung suaminya justru mengira bahwa istrinya sendirilah yang sedang mengoralnya.

Desahan Ferry dan Santi terdengar seperti saling bersahutan.

"Hhhhhh...." "Ooohhhh...." "Hmmmhhhhh...." "Uuuuhhhh"

Tiba-tiba Ferry berteriak, "Arrrgghhh!!!" Secara serentak seluruh otot tubuhnya terlihat menonjol kemudian tubuhnya bergelinjang.

Santi merasakan semprotan pertama dari sperma Ferry. Semprotan itu seperti ledakan lahar gunung berapi, begitu kental dan terasa hangat menghajar langit-langit mulutnya. Semprotan demi semprotan terus menghujani mulut Santi. Dan tanpa sadar ia menelan cairan itu.

Santi kaget. Ini pertama kalinya ia menelan sperma laki-laki. Walaupun sejak berpacaran, Santi sudah sering memberikan oral seks kepada Tomy namun baru kali inilah ia benar-benar meneguk cairan lambang keperkasaan lelaki. Ia sudah tahu bahwa cairan sperma yang terasa asin itu tak lain adalah kumpulan protein (yang sering didengungkan dapat menghaluskan kulit wajah). Akan tetapi tetap saja ia enggan untuk menelan sperma suaminya dengan alasan kebersihan atau kesehatan.

Namun kali ini berbeda. Bukan saja satu tegukan, melainkan Santi meneguknya lagi, lagi dan lagi sampai semuanya habis disedotnya dari saluran penis Ferry. Birahi yang kali ini ia rasakan seakan membangunkan karakter perempuan binal yang sedang tertidur di dalam dirinya.

Hanya membutuhkan waktu satu menit lebih, sejak Santi mulai menghisap penis Ferry sampai ia berejakulasi. Tidak lebih dari dua menit. Novi keheranan melihat kejadian yang begitu cepat. Ia juga heran kemana perginya semua sperma Ferry dan tak habis pikir Santi sampai menelan semua tetes sperma suaminya.

Lalu Santi mengeluarkan penis Ferry yang masih keras dan besar itu dari dalam mulutnya. Santi membuka kedua matanya. Ia takjub melihat penis Ferry yang masih keras dan besar itu. Memang biasanya setelah berejakulasi, seorang pria pasti akan kehilangan ereksinya dan baru bisa kembali berereksi setelah beberapa saat. Namun penis Ferry masih tegak berdiri dengan lantang di hadapan wajahnya. Lalu tiba-tiba penis Ferry berkejut dan memuntahkan cairan sperma yang terakhir sekali lagi. Cairan itu jatuh ke atas baju Santi.

Santi terkekeh lalu berbisik kepada Novi, "Oke, tugasku sudah selesai. Sekarang tinggal kamu yang menyelesaikan semua ini. Aku pulang, yah?"

"Oh iya jangan lupa besok kamu harus datang ke rumahku untuk menjaga Kirani. Oke?" Santi mengingatkan Novi sebelum ia keluar dari kamar.

Novi yang pikirannya belum sepenuhnya kembali ke alam nyata hanya bisa mengangguk dengan mulut yang terus menganga sejak tadi.
Novi berpikir keras apa yang harus ia kerjakan sekarang agar Ferry tidak curiga sedikitpun atas apa yang baru saja berlalu. Santi, kakak kandungnya sendiri, menggantikan posisinya sebagai istri Ferry dalam melayani suaminya secara badaniah. Memang saat itu mata Ferry ditutup oleh kain hitam dan kedua telinganya ditutup dengan headphone yang mengalunkan musik instrumental klasik. Namun Novi terus mencari kemungkinan celah bobolnya rahasia ini.

Novi masuk ke kamar mandi yang berada di dalam kamar lalu membuka keran air di wastafel. Ia menadahkan air di tangannya lalu berkumur beberapa kali. Setelah itu Novi keluar menghampiri suaminya yang duduk terkulai lemas setelah seluruh energi keperkasaannya disedot Santi.

Novi melepaskan headphone dari kepala Ferry lalu membuka ikatan kain hitam yang menutup kedua matanya. Kedua mata Ferry terpejam dan Novi melihat beberapa kerutan di antara alis matanya. Raut wajahnya terlihat begitu lepas walau masih terbesit sedikit kelelahan juga.

Saat bibir Novi menyentuh bibirnya, Ferry membuka matanya. Karena sekian lama matanya tertutup gelap, Ferry harus memicingkan matanya saat cahaya kamar yang terang menghujani kornea matanya. Matanya berkedip-kedip beberapa saat. Setelah dapat melihat dengan normal, Ferry melepaskan ciumannya dengan Novi.

"Wah, Nov. Aku ngga nyangka kamu bisa melakukannya. Bukan hanya itu, bahkan melakukan dengan mahir."

Hati Novi menjadi kecewa karena ia tahu kepuasan seks yang baru saja didapat suaminya berasal dari Santi, bukan dari dirinya. Namun demikian Novi mencoba untuk tersenyum lalu melingkarkan kedua lengannya di leher suaminya.

"Aku masih harus belajar banyak," kata Novi tidak ingin berdusta.

"Ah, omong kosong. Dengan kemahiran seperti itu aku tidak yakin apakah kamu perlu belajar lagi," Ferry berkata sambil menempelkan hidungnya dengan hidung Novi.

"Kamu bisa aja deh, Fer."

"Tapi aku jadi ingin tahu...," Ferry menghentikan kalimatnya.

Ferry sebenarnya ingin menanyakan dari mana Novi belajar melakukan oral seks. Karena dari sepengetahuannya, sejak pertama kali mengenal Novi di SMA, Novi termasuk gadis alim. Novi termasuk murid berprestasi karena selain pintar ia juga rajin. Walau memakai kacamata, kecantikan Novi tidak dapat ditutupi. Banyak teman laki-lakinya yang mengejarnya. Singkat kata, Novi adalah primadona sekolah.

Walaupun dirinya bukan pacar Novi yang pertama, namun Ferry yakin Novi belum pernah melakukan hal-hal semacam ini dengan pacar-pacar terdahulunya. Pada malam pertama mereka, Ferry mendapati Novi masih perawan (dari darah yang keluar dari liang kewanitaannya). Jadi Ferry benar-benar tidak dapat mengira-ngira sedikitpun darimana Novi belajar melakukan oral seks. Dan Ferry mengurungkan niatnya untuk bertanya.

[+/-] tutup/baca lebih jauh...

Novi yang dapat membaca arah pikiran Ferry segera bangkit dan menjawab nakal, “Ada deh.”

Novi tidak ingin memperpanjang hal ini sehingga ia mengganti topik pembicaraan, “Besok pagi-pagi jangan lupa antar aku ke rumah Ka Santi, yah.”

Ferry yang juga tidak ingin memperdalam penyelidikannya terhadap masalah tadi menjawab, “Oh, iya. Dia besok keluar kota yah? Kenapa mereka tidak mencari suster baru saja sih?”

“Ka Santi mendadak mendapat dinas ke luar kota. Dan kebetulan sekali suster yang mereka pakai sekarang harus pulang menjenguk orang tuanya yang sakit. Lagipula hanya tiga hari saja kok. Ka Santi sudah sering menolongku,” kata-kata Novi terhenti sejenak sementara pikirannya kembali menerawang pada ‘bantuan’ Santi dalam dua hari ini, “dan aku rasa sudah sepantasnya jika aku membalas kebaikannya.”

“Selain itu, dia itu kakakku satu-satunya. Kalau bukan aku, siapa lagi yang dapat dia harapkan?”

“Yah terserah kamu, deh,” jawab Ferry. “Kalau begitu lebih baik kita tidur sekarang. Jam berapa kita harus tiba di rumah mereka?”

“Jam tujuh pagi.”


“Kamu ikut turun dong, Fer. Kamu ini seperti orang luar saja. Ini kan keluargamu juga,” wajah Novi cemberut karena Ferry enggan turun dari mobil.

“Baik, baik. Aku ikut turun. Tapi aku tidak janji bisa bertandang lama. Aku harus pergi kerja,” kata Ferry dengan wajah yang sengaja dibuat ikut cemberut.

“Sekarang kan baru jam 7 kurang 5 menit. Setiap hari kamu berangkat kerja hampir jam 9 dan itu berarti dua jam lagi. Jangan cari-cari alasan, deh,” kata Novi sambil mencubit lengan Ferry dengan manja.

Novi menekan bel dan tak lama pintu depan dibuka oleh Santi. Pagi itu Santi sangat terlihat cantik, bahkan Novi dan Ferry merasa Santi bertambah cantik. Santi mengenakan padanan blazer dan rok pendek berwarna merah menyala. Di dalam blazer itu, Santi mengenakan camisole berwarna putih. Rambutnya yang panjang disanggul sehingga menonjolkan keindahan lehernya yang jenjang.

“Hai, Nov, Fer. Terima kasih yah, Fer, sudah mau mengantarkan Novi ke mari,” kata Santi sambil meletakkan tangannya di bahu Ferry.

Novi melirik sekilas ke tangan Santi yang masih berada di atas bahu suaminya lalu memandang kakaknya. Novi hampir tidak dapat mempercayai penglihatannya saat Santi tanpa sadar memberikan tatapan menggoda pada Ferry. Santi membasahi bibirnya dengan lidahnya tanpa melepaskan tatapannya pada Ferry.

Novi menyentuh lengan Santi sambil berkata, “Ah, sudah menjadi kewajiban dia kok sebagai suamiku.”

Seperti terkejut dari lamunan, Santi menarik tangannya lalu tersipu memalingkan wajahnya dari Ferry dan terutama dari Novi.

“Ka Santi baik-baik saja?” tanya Novi.

“Aku baik-baik saja. Hanya sedikit tegang dengan tugas dinas seperti ini,” kali ini Santi berkata sambil tersenyum menatap adiknya.

Kemudian Santi mengajak Novi ke dapur untuk memberi tahu letak semua yang ia butuhkan untuk memasak. Tomy mengajak Ferry bergabung untuk menikmati sarapan. Ferry menolak dengan sopan, “Novi sudah menyiapkan sarapan untukku di rumah. Thanks, Tom.”

Setelah memberi tahu semua informasi yang dibutuhkan oleh Novi, Santi mengajak Novi untuk duduk di ruang tamu di mana Tomy dan Ferry sedang mengobrol tentang pertandingan tinju hari Minggu kemarin.

“Jadi jam berapa kamu berangkat, Kak?” tanya Novi.

“Sebentar lagi rekan kerjaku akan datang menjemput. Jam setengah delapan.”

“Wah baik sekali dia mau menjemput?”

“Oh dari sini kami akan langsung ke airport. Jadi aku tidak sendirian kali ini,” jawab Santi.

Walau Novi dan Santi sedang mengobrol berdua, namun Ferry dapat mendengar pembicaraan mereka. “Jadi rekan kerjamu ini laki-laki, yah?”

Santi menoleh ke Ferry untuk menjawab pertanyaannya. Saat ia menatap wajah Ferry, kejadian kemarin malam di kamar Novi kembali berkelebatan dalam otaknya. Langsung saja wajah Santi terasa panas. Kedua pipinya merona merah.

“Oh, iya. Namanya Hermanto. Tahu dari mana kalau teman kerjaku ini laki-laki?”

Semua yang ada di ruangan itu mengira Santi tersipu karena ketahuan pergi berdua dengan pria, teman kerjanya. “Ah aku cuma menebak saja, deh. Ngga usah malu begitu, San. Kita kan sudah dewasa, jadi pasti tahu cara menjaga diri. Iya kan, Tom?” kata Ferry.

“Iya, Fer. Aku tidak cemburu kok Santi pergi berduaan dengan lelaki lain. Lha wong ini kan kewajiban dalam pekerjaannya?” sanggah Tomy sembari tersenyum pada Santi.

Lalu bel rumah berbunyi. “Itu pasti Hermanto. Baik, berarti sudah waktunya aku untuk pergi,” kata Santi. “Nanti setelah Kirani bangun sekitar jam delapan, tolong paksa dia untuk sarapan dulu baru setelah itu diberi obat batuk,” katanya kepada Novi.

“Baik, Kak. Tenang saja, kalau ada yang aku lupa, aku pasti telpon kamu atau Tomy. Oke?”

Tomy mengangkat koper Santi dan membuka pintu. Hermanto sudah berdiri menunggu Santi. “Selamat pagi,” katanya.

“Selamat pagi,” jawab mereka hampir bersamaan.

Dari belakang Santi bergerak ke luar menghampiri Hermanto lalu memperkenalkan dirinya, “Perkenalkan, ini Hermanto. Hermanto, ini keluargaku.”

Hermanto mempunyai postur tubuh tipikal pria setengah baya. Walau umurnya baru 45 tahun, namun karena perutnya yang membuncit dan rambutnya yang sudah menipis membuatnya kelihatan lebih tua. Belum lagi ditambah dengan model kacamata tebal yang dipakainya benar-benar sudah ketinggalan jaman.

“Halo. Santi selalu bercerita tentang keluarganya di kantor. Baru kali ini aku mendapat kesempatan untuk bertemu langsung.”

“Mudah-mudahan dia tidak bercerita yang jelek-jelek, nih,” celetuk Novi.

“Oh, tidak. Santi selalu bercerita yang baik-baik tentang kalian.”

“Baik. Aku pergi dulu yah, Tom. Hati-hati di jalan,” kata Santi sambil mengecup pipi Tomy.

“Iya. Kamu juga hati-hati di jalan,” jawab Tomy.


Santi sudah pergi sekitar 15 menit yang lalu dan Ferry pulang tidak lama setelah itu. Kini Novi hanya tinggal berdua dengan Tomy. Kirani masih tertidur di kamarnya.

“Aku harus bersiap-siap untuk pergi ke kantor yah, Nov,” Tomy berkata kepada Novi yang sedang menyiapkan sarapan untuk Kirani.

“Baik, Tom. Kamu lakukan apa saja yang biasa kau lakukan, dan anggap saja aku tidak ada di sini,” jawab Novi.

Tomy masuk ke kamarnya untuk mandi dan bersiap-siap untuk kerja. Lima belas menit kemudian ia keluar dari kamar dan mendapati Kirani sedang duduk di ruang keluarga menonton TV.

“Kirani, kok pagi-pagi begini sudah bangun?” tanya ayahnya.

Kirani, putrinya yang masih berumur 3 tahun, dengan nada kecewa berkata, “Aku mau mengantarkan mama tapi mama sudah pergi.”

“Oh tidak apa-apa, Rani sayang. Nanti tante Novi akan membantu kamu untuk menelpon mama. Oke?” kata Tomy sambil memandang Novi yang masuk bergabung dengan mereka.

“Oke,” jawab Kirani dengan lantang.

Tomy menghampiri Novi lalu berbisik, “Sembunyikan telponnya setelah menelpon Santi. Aku tidak mau tagihan telponku membengkak gara-gara ia terus menerus menelpon mamanya.”

“Oh baik, Tom,” jawab Novi. Jantung Novi berdegup kencang ketika wajah Tomy berada dekat dengan wajahnya saat ia berbisik di telinganya.

Tomy menghirup dalam-dalam wangi lembut dari rambut Novi. “Wangi sekali,” pikirnya. Tiba-tiba saja ingatan Tom kembali pada kejadian kemarin malam. Dengan wajah masih berada dekat dengan wajah Novi, otak Tomy memutar ulang setiap adegan satu per satu secara berurutan.

“Ada apa ini?” pikir Novi bingung. “Mengapa dia berdiri diam di dekatku seperti ini?”

“Ummm, Tom…,” Novi membuka suara.

Tomy terlonjak karena lamunannya dibuyarkan oleh suara lembut Novi.

“Oh, aku harus segera berangkat, Nov. Jangan sungkan untuk makan makanan di kulkas atau lemari. Kalau ada apa-apa, telpon HP-ku saja. Bye,” Tomy berpamitan sambil bergerak ke luar rumah dengan cepat.


Tomy membuka pintu dan mendapati Novi berbaring di sofa sedangkan Kirani tertidur di lantai. Tomy berjingkat masuk berusaha untuk tidak menimbulkan suara sedikit pun. Dengan perlahan Tomy mengangkat tubuh mungil Kirani dan menggedongnya masuk ke kamar. Kirani masih terlelap saat Tomy keluar dari kamarnya.

Setelah tangannya menutup daun pintu kamar itu, mata Tomy melihat ke arah meja makan dan melihat botol orange juice berada di atas meja. Ia tersenyum lebar mengetahui semuanya berjalan sesuai dengan rencananya. Ia meraih botol orange juice itu dan senyumnya semakin melebar. Botol itu sudah kosong.

“Dengan dosis yang kumasukkan tadi pagi, obat itu akan bekerja selama 8 jam. Ia pasti meminumnya saat makan siang tadi, berarti aku masih mempunyai waktu sekitar 2 jam,” otak Tomy berputar.

Tomy menghampiri Novi yang terbaring lelap di sofa. Tanpa membuang waktu Tomy meremas payudara Novi, ia langsung menyantap hidangan utama yang selalu menggoda hatinya. Sejak menikah dengan Santi, Tomy selalu mempunyai pikiran-pikiran cabul terhadap adik iparnya. Setiap kali Novi berkunjung ke rumahnya, dengan sembunyi-sembunyi Tomy memperhatikan bentuk lekuk tubuh Novi dan membayangkan tubuh Novi tanpa pakaian. Dan dua bagian tubuh yang selalu menggetarkan hatinya tak lain adalah buah dada dan pantat Novi.

Saat ini Novi terbaring terlentang di hadapannya dan menjadikan payudaranya sebagai hidangan utama. Setelah meremas-remas payudara itu beberapa menit, Tomy menyelusupkan tangannya masuk ke balik baju Novi dan membuka BH yang dipakainya. Tomy benar-benar tidak ingin membuang waktu sedikitpun. Setelah menarik BH Novi lepas dari tubuhnya, Tomy dengan lebih leluasa meremas-remas payudaranya. Novi tidak bergeming. Ia tergolek seperti mayat tanpa reaksi.

“Nanti setelah selesai dengan tubuhnya, berarti aku harus mengenakan BH itu kembali ke tubuhnya. Dan berarti aku harus membuka bajunya terlebih dahulu. Kalau begitu mengapa tidak aku buka saja bajunya saat ini juga?” pikirnya lagi.

Dengan gerak cepat, Tomy menanggalkan baju Novi. Walau berukuran lebih kecil dari milik istrinya, bentuk payudara Novi sama indahnya dengan payudara Santi dan terlihat lebih padat. Puting susunya tidak sebesar puting susu Santi, namun warna puting Novi tidak segelap puting Santi. Walau secara keseluruhan tubuh Novi sekilas terlihat sama dengan tubuh Santi (karena memang kakak beradik), namun Tomy menjadi sangat terangsang melihat tubuh adik iparnya yang bukan tubuh istrinya yang sudah biasa dilihatnya.

Tomy langsung melahap puting susu Novi. Sementara tangan kanannya bermain-main dengan putingnya yang lain, lidah Tomy menjilat, menekan, berputar, dan memilin puting itu. Tak lama kemudian, Tomy merasakan puting itu mengeras di bawah permainan lidahnya. Rupanya tubuh Novi baru mulai bereaksi. Pergerakan naik turun dadanya akibat volume pernafasan yang bertambah mulai terlihat. Melihat hal ini, penis Tomy melejit dan mengeras di balik celananya.

Tangan kanannya meremas-remas payudara Novi dengan lebih bertenaga karena nafsu yang telah bergelora. Sementara itu, Tomy terus melancarkan serangan lidahnya atas puting susu Novi yang lainnya. Sesekali Tomy menggigit lembut puting yang sudah mengeras itu.

Setelah puas meremas-remas payudaranya, tangan kanan Tomy menyelusup masuk ke balik celana dalam Novi dan bergerilya ke daerah selangkangan Novi. Ia merasakan bulu-bulu halus terusap pada jari-jarinya yang berarti tangannya berada pada jalur yang benar. Kemudian jari-jari itu mendapati celah lembab di ujung penjelajahannya yang menyatakan bahwa pencariannya sudah berakhir. Jari-jari itu kini bersemayam di atas bibir kemaluan Novi. Tomy mengusap-usap jari-jarinya di sepanjang bibir vagina Novi. Tak lama setelah itu terdengar suara erangan dari mulut Novi dan deru nafasnya sudah terdengar dengan jelas. Pergerakan naik turun dadanya juga semakin jelas terlihat dan semakin bertambah intensitasnya. Di balik hisapan dan permainan lidahnya, Tomy tersenyum lebar setelah tubuh liang senggama Novi melelehkan cairan cinta keluar ke bibir vaginanya.

“Kalau di luarnya saja sudah basah seperti ini, apalagi bagian dalamnya yah?” pikir Tomy lagi.

Tanpa pikir panjang Tomy langsung menyelusupkan jari tengahnya masuk ke dalam liang kemaluan Novi. Tiba-tiba mata Novi terbuka, terbelalak dan menatap kosong ke langit-langit dan tanpa mengeluarkan suara, mulut mungilnya juga membentuk huruf “A” dan kepalanya terangkat dari sofa. Semua itu hanya berlangsung sepersekian detik sehingga Tomy tak dapat berbuat apa-apa. Jari tengahnya masih berada di dalam tubuh Novi dan mulutnya masih mengatup di atas payudaranya. Tomy berusaha memutar otaknya dengan cepat untuk mencari-cari alasan namun tentu saja usahanya sia-sia. Tubuh Novi mengejang masih pada posisi yang sama.

“Belum juga satu jam berlalu, mengapa efek obatnya sudah hilang?” otaknya terus berputar.

Sekitar lima detik kemudian, bola mata Novi mulai bergerak dan melirik ke arah dadanya. Begitu melihat mulut Tomy melahap payudaranya, Novi langsung bangkit berdiri dan menutupi dadanya dengan kedua tangannya. Mereka berdua saling bertatap-tatapan lalu Novi mulai memandang ke sekelilingnya. Ia mencari-cari pakaiannya. Setelah menemukan bajunya, Novi segera mengenakan baju itu tanpa mengenakan BH terlebih dahulu.

“Apa yang sedang kamu lakukan, Tom?” tanya Novi setengah berbisik namun tegas. Ia tidak ingin suaranya terdengar oleh Kirani yang ia tahu sedang berada di kamarnya.

“Ah.. anu… aku… a-anu…,” Tomy belum menemukan kata-kata yang dapat digunakan untuk menutupi semua perbuatannya itu.

“Kamu sudah hilang akal, yah? Aku ini kan adik Santi, istrimu?”

“Jangan salah paham, Nov…, a-aku…,” Tomy masih berusaha menenangkan Novi.

“Kamu sudah mempunyai istri bahkan sudah mempunyai seorang putri. Apa jadinya kalau mereka tahu apa yang kau perbuat barusan? Aku juga sudah bersuami!” tambah Novi dengan suara bisikan yang lebih tegas.

Merasa terpojok dan tidak dapat membela diri, Tomy malah balas menyerang, “Ah, kamu tak perlu menggunakan alasan sudah bersuami dan jangan berpura-pura, deh. Aku tahu kamu juga menikmatinya, kan?”

Novi tidak dapat mempercayai pendengarannya. “Apa maksudmu? Aku tidak tahu menahu apa yang sedang kau lakukan saat aku tertidur. Yang aku tahu saat aku terjaga kamu sedang melakukan perbuatan hina terhadap tubuhku.”

Memang benar Novi tidak tahu apa yang dilakukan Tomy terhadap dirinya, akan tetapi tubuhnya masih berfungsi dengan normal dan memberi respon sesuai dengan rangsangan yang diberikan. Nafas yang memburu, puting yang mengeras, dan cairan yang keluar dari vaginanya merupakan reaksi normal saat tubuh seorang wanita mendapat rangsangan seksual.

“Tak perlu berbohong, Nov. Tubuhmu sendiri yang berkata demikian. Kamu pasti merasakan vaginamu mengeluarkan cairan pelumas dan kamu juga dapat merasakan betapa kerasnya puting susu kamu. Itu tandanya kamu sudah terangsang. Pria manapun yang kau tanya pasti tahu hal itu,” Tomy menjelaskan.

Novi terdiam dan kini ia baru merasakan kebenaran kata-kata Tomy. Walau sudah tidak banyak, namun Novi masih dapat merasakan vaginanya basah dan saat ia mendapati tubuhnya merespon terhadap perbuatan bejat Tomy, ia merasakan putingnya semakin mengeras. Wajahnya langsung menjadi merah padam.

Tomy yang melihat Novi tidak dapat menyangkali pernyataannya barusan menjadi semakin bersemangat, “Nah, betul, kan Nov? Tidak perlu malu untuk mengakuinya. Lagipula hari Sabtu kemarin kamu juga tidak malu-malu menghisap penisku.”

Seperti mendengar halilintar di siang bolong, Novi tidak dapat mempercayai pendengarannya, “APA?!?!”

“Sudahlah, tidak perlu bersandiwara lagi. Aku tahu permainan kalian berdua,” kata Tomy.

“T-t-tapi, kamu… bagaimana… a-apakah Ka Santi yang memberi tahu?” tanya Novi tak habis pikir.

“Oho, tidak, tidak. Dia tidak bercerita sedikit pun. Apa kau ingat saat aku menyentuh payudaramu malam itu? Malam itu aku mendapati payudara itu masih tertutup BH namun pada kenyataannya Santi tidak mengenakan BH malam itu. Jadi aku tahu ada sesuatu yang tidak wajar. Dan pagi ini saat aku mencium wangi rambutmu aku tahu bahwa yang mengoralku Sabtu lalu tak lain adalah kau, Novi.”

Wajah Novi menjadi pucat, kerongkongannya terasa kering dan kepalanya terasa berputar-putar. Detik berikutnya ia sudah mendapati tubuhnya terduduk di sofa dengan Tomy duduk di sampingnya.

“Aku tidak tahu kalau kau begitu menginginkan diriku sampai kau meminta Santi untuk mengatur permainan ini. Begini saja, Nov. Aku berjanji tak akan mengadukan hal ini ke Ferry asal kau melakukan apa yang kusuruh,” usul Tomy.

“Bukan, bukan begitu ceritanya. Aku… aku bukan wanita seperti itu,” bantah Novi.

“Ah aku tidak perduli. Apa pun alasannya, aku yakin Ferry tidak tahu menahu atas perbuatanmu. Oleh karena itu demi tersimpannya rahasiamu dari Ferry, aku menganjurkan kamu untuk menuruti perintahku. Mengerti, Nov?”

Novi tidak dapat menjawab. Ia menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan menangis tersedu-sedu.

Tomy membelai-belai kepala Novi untuk menenangkannya, “Sudah, sudah. Tidak perlu menangis seperti itu. Ayo kita nikmati saja bersama semua ini. Santi jelas-jelas menyetujui hubungan kita berdua. Lagipula ia sedang tidak berada di sini. Dan kau juga tidak perlu khawatir atas Ferry. Ia tidak akan menjemputmu malam ini. Aku tadi sudah menelponnya dan memberi tahu bahwa aku akan mengantarmu pulang.”

Dalam waktu lima menit ke depan, Novi masih terus menangis. Tomy beberapa kali masih mencoba untuk menenangkan Novi. Dan akhirnya Novi menyadari bahwa keadaannya tidak akan bertambah baik jika ia tidak menuruti kemauan Tomy. Novi tidak ingin menerima kenyataan ini. Ia terus berusaha mencari celah agar ia dapat keluar dari jerat Tomy dan usahanya mencapai jalan buntu. Novi mencoba pasrah dan berhenti menangis.

Melihat hal ini Tomy segera memulai permainannya. Dengan lembut ia mengecup pipi Novi. Secara refleks Novi menghindari kecupan itu. Tomy mencoba sekali lagi namun kali ini Novi malah mencoba mendorong tubuh Tomy menjauh darinya.

“Hei, bukankah kita sudah sepakat?” sergah Tomy.

Tomy meraih wajah Novi lalu mengatupkan bibirnya ke atas bibir Novi. Bibir Tomy melumat bibir Novi dengan penuh nafsu. Novi yang diam saja, membiarkan bibirnya dilumat oleh Tomy.

Pandangan Novi kosong sementara pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Apa jadinya jika Ferry mengetahui hal ini? Apalagi jika ia tahu kejadian Sabtu malam itu, saat mulutnya membungkus batang kemaluan lelaki lain. Lalu bagaimana kalau ia tahu bahwa lelaki lain itu adalah Tomy, kakak iparnya sendiri? Apa jadinya hubungan keluarganya dengan keluarga Santi? Bagaimana pula hubungannya dengan Ferry?

Semakin dipikir semua kekhawatiran itu terasa semakin mengambil alih setiap sel dalam otaknya. Dan tanpa disadari, mulut Novi sudah terbuka dan menyerah terhadap ciuman Tomy. Bukan hanya itu, lidahnya malah ikut menari-nari membalas liak-liuk lidah Tomy di dalam mulutnya. Tomy meraih bagian bawah baju Novi dan menariknya ke atas melewati kepala Novi. Hal ini membuat kedua tangan Novi terangkat naik.

Tersadar dengan apa yang sedang terjadi, secepat kilat Novi menarik lidahnya dan menutup bibirnya serta menurunkan lengannya agar bajunya tidak ditanggalkan oleh Tomy. Namun terlambat sudah. Tomy melemparkan baju itu jauh-jauh supaya Novi tidak berusaha untuk mengambilnya lagi.

Dengan hanya mengenakan celana dalam, Novi terduduk dengan kedua lengannya bersilangan di depan dadanya untuk menutupi payudaranya dari Tomy. Novi melihat Tomy sedikit mundur dan sambil terus memandangi tubuhnya dengan tatapan cabul Tomy membuka baju dan celananya satu persatu. Saat sampai Tomy hendak melepaskan celana dalamnya, Novi menoleh ke samping dan memejamkan matanya karena tidak berniat untuk melihat kemaluan kakak iparnya.

“Kenapa, Nov? Kamu tidak mau melihat penisku?” tanya Tomy dengan bercanda sambil terus menanggalkan celana dalamnya.

“Ayo Nov, tidak perlu malu. Apalagi takut. Kamu toh sudah pernah mencicipi batangku?” Novi semakin rapat memejamkan matanya berusah untuk mengusir gambaran penis Tomy dari pikirannya.

Kesempatan ini digunakan sebaik-baiknya oleh Tomy. Melihat Novi yang sedang lengah langsung saja ia meraih celana dalam Novi dan menariknya sehingga lepas dari tubuhnya. Novi terpekik kaget dan saat membuka matanya, ia mendapati mereka berdua sudah telanjang bulat.